Pantai Tanjung Tinggi, di Provinsi Bangka Belitung, mendadak menjadi ikon pariwisata terkemuka di Indonesia. Hal ini, menyusul kesuksesan film "Laskar Pelangi" garapan sutradara ternama Riri Riza pada tahun 2008 silam.
Film yang diangkat dari novel spektakuler karya Andrea Hirata itu, banyak mengeksplorasi lokasi indah di Belitung yang selama ini tak pernah terekspose ke publik. Sontak, usai "Laskar Pelangi" laris manis di pasaran, lokasi wisata dan tempat ikonik dalam film itu jadi jujugan wisatawan.
Sama halnya, nama Gereja Ayam di Yogjakarta yang sebelumnya tak begitu lantang terdengar, tiba-tiba melambung namanya, lantaran digunakan sebagai bertemunya dua sejoli Cinta dan Rangga dalam film "Ada Apa Dengan Cinta 2".
Lokasi ikonik lain di Yogjakarta termasuk kuliner khasnya sengaja diangkat untuk merekam bagaimana kekayaan wisata Indonesia dalam sebuah film.
Disadari atau tidak, film memiliki daya "sihir" dalam mendobrak dunia pariwisata. Salah seorang konsultan pariwisata film dari Selandia Baru, Stefan Roesch, mengakui jika kesuksesan film "The Lord Of The Rings" mendongkrak kawasan wisata bernama "Matamata". Desa itu dikreasi sebagai tempat tinggal para hobbit.
Tak kurang dari 300 ribu pengunjung, kata Stefan berwisata ke lokasi itu untuk menikmati pengalaman menjajal desa hobbit sebagaimana yang wisatawan bayangkan dalam film trilogi tersebut.
Kekuatan "sihir" film dalam mendongkrak pariwisata juga terjadi di industri Bollywood. Jika mereka mengambil gambar di dalam negeri maka berbagai lokasi ikonik seperti kawasan Kashmir hingga Manali menjadi favorit dalam pengambilan gambar.
Dari titik inilah penulis hendak melakukan analisa bagaimana film India mampu memberi "sihir" dalam mendongkrak pariwisata yang justru tidak di negaranya sendiri, melainkan di negara tempat mereka membikin film.
Pada era tahun 1960-an kebanyakan film India di produksi di dalam studio buatan. Hal ini kurang menampilkan eksotis keindahan alam yang ada secara natural. Selama dekade itu, penonton hanya disuguhi latar buatan sebagai penopang film.
Hingga pada perkembangan teknologi setelah itu, film India berani keluar dari "kungkungan" studio menuju lokasi syuting yang menggunakan alam nyata sebagai tempatnya.
Maka lokasi macam Kashmir, Simla dan Darjeering, menjadi langganan para sineas mengambil gambar, daripada terkungkung dalam studio di kawasan Mumbai.