Terganggunya perkembangan hasil belajar anak dan jiwa sosial anak merupakan dampak bimbingan yang tidak diterapkan secara optimal dan ditunjang dengan era digitalisasi dengan teknologi yang berkembang pesat dan melumpuhkan tingkat kesadaran sosial anak kepada teman sebayanya, karena meraka sibuk dengan dunia gadget nya sendiri, serta menurunya tingkat kecerdasan karena mereka cenderung memilih permainan modern yang rata-rata lebih banyak mengarah pada kesenangan tanpa melihat parameter segi akademik, selain itu tingkat kemalasan
berpikir terstruktur pada pelajaran matematika anak mulai menurun karena mereka ingin semua serba efisien seperti contoh adanya kalkulator dan juga efek permainan modern yang bersifat candu tanpa memperdulikan waktu.
Berbanding terbalik dengan permainan tradisional yang lambat laun semakin menghilang, dan yang seharusnya wajib untuk dilestarikan karena merupakan kebudayaan dan keaarifan lokal yang juga bernilai edukasi, serta tidak kalah penting perasaan senang juga tertuang dalam permainan tradisional. Permainan tradisional juga dapat dimanfaatkan dalam menunjang pembelajaran peserta didik dan memiliki dampak besar dalam proses menumbuhkan nilai-nilai akademik dan sosial anak.
Pembentukan kerangka kreasi, kecerdasan, sportivitas, dan nilai kejujuran yang berjiwa sosial tinggi ditemukan dalam permainan tradisional dapat ditemukan pada permainan tradisional, Sehingga dapat bersaing dengan permainan-permainan modern yang yang bernilai ekonomis tinggi, Secara tidak langsung juga dapat melestarikan budaya karena jarang dimainkan.
permainan tradisional tidak kalah banyaknya dengan permainan modern seperti dakon, pasaran, engklek, jamuran, gobak sodor dan masih banyak lagi, permaianan-permainan ini juga tidak hanya sebagai sara sebagai menghibur diri akan tetapi juga memelihara keharmonisan, kenyamanan, dan kerukunan sosial untuk membentuk karakter anak sekolah dasar yang lebih baik dan selaras dengan tujuan adanya bimbingan dan konseling di sekolah untuk membantu dan menyelesaikan masalah-masalah yang ia hadapi disekolah.
Permainan dakon merupakan salah satu permainan tradisional yang saat ini jarang dimainkan oleh anak-anak sekolah dasar, permainan ini berbeda penyebutanya di berbagai daerah, di jawa penyebutanya dengan dakon, congklak, dan dakonan, sedangkan di sumatera yang memilki kebudayaan melayu menyebutnya dengan congklak. Berdasarkan sejarahnya permainan dakon ini awalnya merupakan permainan gadis karena permainan dakon hanya dimainkan oleh anak-anak gadis bangsawan, akan tetapi seiring berkembangnya zaman permainan dakon semakin dikenal orang orang awam dan penduduk meluas dari berbagai strata tidak hanya bangsawan saja.
Bermain dakon dilakukan oleh 2 orang, hal ini menunjukan bahwa saat bermain peertadidik dituntut untuk mengenal lawan mainya sehingga menumbuhkan jiwa sosial yang yang dimiliki oleh anak sekolah dasar, dan juga memicu timbulnya perilaku sportifitas karena saat salah satu bermain curang, maka lawan akan berhenti bermain sehingga permainan tidak berjalan seperti semula. Alat yang digunakan untuk melakukan permainan dakon ini adalah meja dakon dan biji dakon/ kerang yang berjumlah 98, disitu anak sekolah dasar dapat mengasah kemampuanya dalam segi konsep operasi hitung, karena saat proses bermain anak-anak di haruskan membagi 98 biji dakon tersebut kedalam lubang dakon masing masing 7 biji dakon.
Konsep operasi hitung pengurangan juga digunakan pada saat anak membagi biji dakon tersebut ketika di bagi sisa berapa biji dakon yang telah disebar ke setiap lubang, dan yang terpenting lagi dalam permainan ini adalah konsep operasi hitung penjumlahan, yakni saat proses kegiatan anak
mengitung hasil akhir permainan biji dakon yang ia dapat selama permainan berlangsung, mereka bisa menghitung satu persatu biji dakon dan mereka jumlahkan untuk mengetahui apakah ia menjadi pemenang karena mendapatkan biji dakon terbanyak, ataukah kalah saat permainan
dikarenakan biji dakon yang ia dapatkan lebih sedikit dibanding lawan mainya, telah jelas permainan dakon atau congklak ini bisa menonjolkan eksistensinya di lingkup akademik yang bersifat perhitungan, dibanding permainan Modern, yang hanya menonjolkan sisi kesenangan saja tanpa memperdulikan sisi pendidikan atau akademiknya.
Secara umum siswa sekolah dasar gemar bermain, menurut mereka bermain dan belajar merupakan dua hal yang bertolak belakang. Bermain membuat peserta didik merasa senang sedangkan belajar membuat peserta didik merasa tersiksa, karena harus berfikir dan mengerjakan tugas, apalagi dengan belajar matematika yang tidak lepas bayangan-bayangan angka secara tekstual dalam pembelajaran, agar konsep matematika dapat mengendap dalam fikiran mereka dibutuhkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk melakukannya sendiri bukan sekedar menghafal dan mengingat faktanya saja.
Bimbingan Konseling dalam membantu peserta didik untuk menyelesaikan masalah sangat memiliki peran, adapun korelasi antara permainan dakon dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah dasar ialah mereka cenderung malas untuk mengitung secara langsung karena mereka lebih memilih menggunakan alat hitung efisien (kalkulator saat pembelajaran berlangsung, sehingga permainan dakon hadir untuk memberi win solution agar peserta didik dapat mengoprasikan hitungan dalam permaian dakon, dan mereka mampu menghadapi rasa bosan pada saat guru menyuguhkan angka-angka dalam operasi hitung di pembelajaran matematika.
Adapaun tahapan jika menghadapi peserta didik yang sudah tidak memiliki jiwa kesadaran sosial yang tinggi kepada teman sebayannya dengan, pertama guru membimbing saat orientasi didalam kelas bahwasanya manusia merupakan makhluk sosial dan salah satunya dengan permainan dapat menumbuhkan rasa sosialisasi yang tinggi, kedua guru memberikan alat permainan dakon agar memicu mereka untuk memiliki rasa akrab dengan temanya satu sama lain dan membiarkan mereka bergurau untuk mengetahui parameter mereka nyaman dengan bermain dakon, ketiga saat permainan selesaikan mengubah lawan main peserta didik, agar lebih akrab dengan teman yang belum ia kenal sehingga dapat menimbulkan rasa sosial yang tinggi , awalnya memang kekalahan tersebut terdapat rasa emosi akan tetapi mereka belajar sendiri menstabilkan emosi agar tetap berjalan permainan dakon tersebut. Dalam permainan dakon pembentukan akhlak dan karakter dapat ditemukan pada saat salah satu pemain kalah, pengakuan dalam menerima kekalahan adalah salah satu karakter yang harus dikembangkan, yang bertujuan untuk menerima pendapat orang lain ketika hidup bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H