Pernah nggak, kamu merasa lega ketika memilih untuk nggak ikut-ikutan dalam acara, tren, atau obrolan yang lagi viral? Di tengah arus informasi yang deras dan tekanan sosial untuk selalu "ikut terlibat," muncul konsep baru yang disebut JOMO atau Joy of Missing Out.
Berbeda dengan FOMO (Fear of Missing Out) yang bikin kita cemas karena takut ketinggalan, JOMO malah mendorong kita untuk menikmati momen yang ada tanpa merasa bersalah karena melewatkan sesuatu.
Tapi, apa sih sebenarnya JOMO itu? Apakah ini benar-benar cara untuk menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, atau cuma alasan biar kita bisa santai-santai tanpa rasa bersalah?
Apa Itu JOMO?
JOMO adalah perasaan lega dan bahagia saat kita memutuskan untuk tidak ikut dalam aktivitas atau tren tertentu. Ini bukan karena kamu nggak bisa atau nggak diundang, tapi karena kamu memilih untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting atau bermakna buat kamu.
Misalnya, daripada nongkrong sampai larut malam di acara yang sebenarnya nggak begitu kamu nikmati, kamu lebih memilih untuk menikmati waktu di rumah sambil nonton film favorit atau tidur lebih awal.
Di era digital ini, JOMO menjadi semacam perlawanan terhadap tekanan untuk selalu update dengan segala hal yang terjadi. Konsep ini mengajak kita untuk berhenti sejenak, menikmati apa yang ada di depan kita, dan menemukan kedamaian dalam ketidakhadiran.
Kebahagiaan dalam Kesederhanaan: Beneran Bahagia atau Cuma Alasan?
Nah, pertanyaannya, apakah JOMO ini benar-benar membuat kita lebih bahagia, atau cuma cara lain untuk membenarkan pilihan kita buat nggak terlibat dalam aktivitas sosial yang sebenarnya bisa memperkaya hidup kita?
Buat sebagian orang, JOMO adalah cara untuk menjaga keseimbangan hidup. Dengan JOMO, kamu bisa lebih selektif dalam memilih kegiatan yang benar-benar membawa manfaat buat dirimu.