Lihat ke Halaman Asli

Masjid Al-Hijrah Di Dalam Mal

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428711762984635143

[caption id="attachment_360169" align="aligncenter" width="448" caption="Inilah identitas masjid di dalam mal yang menyamankan kastamer"][/caption]

Oleh MUCH. KHOIRI

Biasanya, tempat peribadatan yang tersedia di mal-mal, hanya teredia di sudut-sudut gedung, dekat kamar kecil, terpencilkan. Tempat itu seakan tidak penting, malah seakan tidak ada di antara gempita mal. Toh seharusnya kastamer hanya belanja, bukan untuk beribadah. Sementara, kastamer sendiri kadang masih memaklumi diri untuk menunda ibadahnya.

Namun, kali ini lain. Ada sebuah mal yang selalu ramai dikunjungi kastamer, karena di sana tersedia bukan hanya mushala-mushala kecil sesak pada setiap lantainya, melainkan juga sebuah masjid yang cukup besar—Al-Hijrah namanya. Mal itu Royal Plaza Surabaya, di pintu masuk Jln. Ketintang, kawasan Wonokromo.

Masjid ini bukan masjid agung, memang, hanya berukuran sekitar 25x25 meter. Terletak di lantai 2 area parkir mobil, masjid ini cukup luas untuk menampung ratusan jamaah. Ketika saat shalat tiba, kastamer pada berbondong menuju masjid ini untuk beribadah. Kastamer tidak perlu membuat alasan penundaan bagi shalatnya. Begitu ada suara adzan, mereka  bisa lnagsung  menuju ke sana.

Saya tidak tahu berapa “kerugian” finansial yang dialami manajemen mal dengan menyediakan masjid ini. Pemasukan pasifnya pastilah tidak sedikit. Dalam itung-itungan kasar saja, luasan yang ada bisa disewakan untuk setidaknya 16 toko; artinya, manajemen kehilangan sumber pendapatan dari luasan area itu.

Namun, agaknya, manajemen telah menerapkan kebijakan yang cerdas. Terlebih, itu di kawasan masyarakat “relijius”. Benar bahwa dalam waktu pendek manajeman mungkin rugi secara finansial. Meski demikian, jangka panjangnya, image building (pencitraan) terbangun begitu kuat di kalangan kastamer—dan itu juga akan meningkatkan keuntungan finansial ke depan.

Logika bisnisnya sangat moncer. Manajemen telah menciptakan lingkungan belanja yang nyaman. Masyarakat setempat, yang kebanyakan muslim, merasa nyaman selagi ber-shopping di mal tersebut, tanpa harus ragu-ragu atau khawatir akan meninggalkan atau menunda shalat. Mal itu menjadi tempat yang menyenangkan.

[caption id="attachment_360170" align="aligncenter" width="448" caption="Para kastamer tampak bersiap untuk menunaikan ibadah shalat (magrib). "]

1428711891862213219

[/caption]

Kastamer tentulah akan kembali ke sana, dan mungkin bisa menularkan informasi tentang masjid itu kepada sesama teman atau tetangga. Informasi itu berfek karambol, menggelinding ke sana kemari, membuka mata masyarakat bahwa di mal itu tersedia masjid yang cukup untuk beribadah, dan bahwa mereka tidak perlu khawatir akan menunda atau meninggalkan ibadah shalat.

Kenyaman yang diciptakan manajeman itu pastilah memicu naiknya jumlah kunjungan kastamer, entah hanya untuk jalan-jalan, entah memang untuk memborong belanjaan. Yang jelas, itu meningkatkan tingkat probabilitas belanja para kastamer. Di situlah keuntungan finansial diraup dalam jangka panjang. Rugi di depan, namun berlimpah untung di belakang.

Mungkin saja, hal ini hanyalah kasuistik sifatnya. Namun, agaknya tidak! Keluarga saya suka jalan-jalan di mal-mal di Surabaya. Dalam amatan saya, mal satu ini kini jauh lebih ramai dikunjungi kastamer dibandingkan mal-mal lain yang tidak menyediakan masjid di dalamnya. Masjid telah dimaknai masyarakat sebagai layanan ekstra yang dipersembahkan oleh manajemen. Itu sangat menguntungkan.

Upaya manajemen mem-branding mal tersebut agaknya telah mencapai kesuksesan yang cukup besar. Di antara mal lain, keluarga saya paling suka untuk jalan-jalan di akhir pekan dan berbelanja di mal di tepian Jln. A. Yani ini, ya karena sewaktu-waktu bisa mampir ke masjid Al-Hijrah tatkala waktu shalat tiba. Para pengunjung seperti kami saya kira juga memiliki pemikiran yang sama.

Nah, andaikata ada mal-mail lain yang memiliki fasilitas yang menyamankan orang untuk beribadah semacam itu, agaknya dampak positifnya juga akan bisa diterima pihak manajemen, bukan? Tentu saja, semua berpulang pada manajemen untuk menentukan kebijakannya.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline