Lihat ke Halaman Asli

Tulisan Konstruktif atau Tulisan Desktruktif

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427846503224219158

[caption id="attachment_358526" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber ilustrasi: http://www.renunganhariankristen.net/dukun-santet/"][/caption]

Oleh MUCH. KHOIRI

Tulisan memberikan pengaruh atau dampak tertentu bagi pembacanya—ada dampak konstruktif (membangun, positif), ada pula dampak destruktif (merusak, negatif). Penentu dampak ini tentulah sifat dan kekuatan persuasi dan sugesti tulisan itu sendiri.

Maksudnya, jika tulisan yang dibaca itu sifatnya membangun, pembaca akan mengenyam dampak positifnya. Demikian pula, jika tulisan itu sifatnya negatif dan merusak, sang pembaca akan kejangkitan dampak negatifnya. Terlebih, jika kekuatan persuasi atau sugesti buku itu dahsyat, dampak yang dirasakan akan sangat dahsyat terasa.

Tampaknya, dampak-dampak yang ditimbulkan tidak sekadar berhenti pada pembaca pertama. Ia bisa berefek karambol. Terlebih, jika tulisan ditelan orang secara mentah-mentah, maka amat boleh jadi isi tulisan bisa menggoda orang itu untuk menularkan “virus” tulisan kepada orang lain, baik lisan maupun tertulis.

Jika virus tulisan tertularkan lewat lisan, barangkali, persebaranya mungkin tidak seberapa meluas—hanya terbatas pada orang-orang yang sempat diberitahunya secara lisan. Namun, jika virus tulisan itu tertularkan lewat tulisan secara reproduktif, maka persebarannya tak akan terkendali kedahsyatannya.

Dalam puisinya ‘The Arrow and the Song’, penyair Amerika Henry Wadsworth Longfellow mengilustrasikan, manusia dalam berkomunikasi seakan melepas anak panah atau melantunkan lagu, yang begitu cepat, sehingga tak bisa mengikutinya dan tak tahu jatuh di mana. Jauh waktu setelah itu, manusia itu akan mendapati anak panah menancap di pohon oak, dan mendapati lagu di hati seorang teman.

I shot an arrow into the air,
It fell to earth, I knew not where;
For, so swiftly it flew, the sight
Could not follow it in its flight.

I breathed a song into the air,
It fell to earth, I knew not where;
For who has sight so keen and strong,
That it can follow the flight of song?

Long, long afterward, in an oak
I found the arrow, still unbroke;
And the song, from beginning to end,
I found again in the heart of a friend.

Puisi di atas pantas untuk direnungkan, bagi penulis yang menulis karyanya. Tulisan yang baik, konstruktif, membangun dan positif akan ditemukan berkembang pada pembaca dan pembaca selanjutnya. Sebaliknya, tulisan destruktif, negatif, merusak juga akan ditemukan (nyaris) sama dengan sifat dan kekuatan tulisan awalnya.

Tatkala membaca kumpulan puisi Emha Ainun Nadjib Seribu Masjid Satu Jumlahnya, orang memang bebas memberikan penafsiran terhadap puisi-puisi di dalamnya. Namun, karena teks-teks yang ada sifatnya positif, dia agaknya akan cenderung menafsirkannya dengan positif, dengan caranya sendiri. Jika dia menafsirkannya destruktif, maka dialah sumber masalahnya.

Sebaliknya, jika orang membaca buku yang dari teksnya saja sudah bersifat menghasut, mengancam, atau membahas topik-topik yang menyeramkan, agaknya tidak mudah menemukan orang yang dapat menafsirkannya dengan positif dan baik-baik. Seandainya ada buku yang berjudul Jurus Jitu Belajar Santet, atau 1 Jam Jadi Hacker Ulung, bayangkan apa yang akan Anda peroleh dari isinya?

Dalam hal ini saya mengajak sesama penulis untuk menghasilkan tulisan yang membangun, bukan yang merusak (destruktif). Jika masing-masing jenis tulisan itu sama-sama membuat penulisnya mengeluarkan energi, pikiran, atau dana yang sama, bukankah lebih baik energi, pikiran dan dana yang dicurahkan itu untuk menularkan virus kebaikan.

Berbagi ilmu itu ibaratnya beramal, sedangkan amal itu ada amal baik dan ada amal bathil. Jika kita berbagi ilmu dengan tulisan yang baik dan membangun, ada harapan bagi kita bahwa ilmu itu akan diterima dengan baik dan mungkin dikembangkan serta disebarluarkan oleh orang lain lewat tulisan atau lisan. Kemanfaatan ilmu baik akan kita saksikan.

Sebaliknya, jika kita berbagi ilmu yang bathil, yang bersifat destruktif, maka mungkin ilmu itu juga akan berkembang ke orang lain—bahkan tersebar luas secara dahsyat. Puisi Longfellow di atas merupakan bahan refleksi yang indah untuk kita manfaatkan dalam menyikapi (isi) tulisan yang kita hasilkan.

Memang, tulisan yang mana yang akan dicondongi penulis tertentu, itu sebuah pilihan. Namun, masih ada satu unsur lagi yang membuat pilihan itu benar atau kurang benar—yakni niat atau itikad yang dipancarkan dari kalbu. Jika itikadnya baik, pilihan amat boleh jadi akan jatuh pada sisi kebaikan; jika itikadnya buruk, pilihannya bisa mengarah ke sisi kebathilan. Semua ini bisa mewujud ke dalam tulisan yang dihasilkan.

Teman-teman budiman, tulisan ini sungguh saya tulis dengan hati tulus, untuk mengajak sesama penulis untuk menyebarkan kebaikan. Tulisan kita harus menyebarkan virus-virus kebaikan, bukan sebaliknya. Kita ingat, jika kita menanam kebathilan, kita akan memanen kebathilan. Jika kita menanam kebaikan, kita akan memanen kebaikan.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline