Lihat ke Halaman Asli

Balimau sebagai Akulturasi Budaya dan Islam di Minangkabau

Diperbarui: 15 April 2024   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber gambar : Masjid Raya Sumatera Barat, Unsplash.com)

Salah satu akulturasi antara budaya dan agama di Minangkabau yaitu Balimau. Balimau memiliki makna penyucian diri dalam menyambut bulan Ramadhan sebagai kebiasaan masyarakat Minangkabau yang sejak dahulu dengan budaya nya yang kuat. Mereka melakukan ini termotivasi menyambut bulan suci dengan membersihkan tubuh (mandi) sesuai ajaran Islam. Dilakukan dengan cara menyirami tubuh serta menggosoknya hingga bersih dengan air yang telah dicampur air jeruk nipis, rempah dan ramuan lainnya. Tradisi ini bertujuan membersihkan diri saat menyambut bulan ramadhan dan memanjatkan syukur kepada Allah SWT karena masih diberikan kesehatan serta kesempatan di bulan suci ini. Datangnya bulan Ramadhan disebut oleh Rasulullah SAW dengan ucapan "al-muthahhiru syahru ramadhan yuthahiruna min dzunubi wa ma'ashty" berarti "pembersih itu adalah Ramadhan, dia membersihkan kita dari dosa dan maksiat".

Marhaban berarti tempat perbaikan buat mendapatkan keselamatan dalam perjalanan. Kata tersebut sering digunakan untuk menghormati serta menyambut tamu yang mulia seperti di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, lumrah bila melakukan pembersihan badan (Balimau). budaya yang mendeskripsikan kegiatan adat Minangkabau yaitu "adat basandi syara', syara' basandi kitabullah". Hal ini menunjukkan penyatuan antara adat dan agama dalam bentuk budaya lokal. Balimau memiliki sejarah positif serta negatif dalam masyarakat Minangkabau. Awalnya acara jelang menjelang (kunjung mengunjungi) ini biasa dimulai mengunjungi orang tua, mertua, kemenakan, karib kerabat, serta adik dan kakak saling berkunjung. 

Selain itu, seperti kunjungan dari murid kepada gurunya, terpenting kepada guru tuanya (guru besar/imam). Berbekal buah tangan (hantaran) agar mempererat dalam hubungan persaudaraan. Bagian ini dikenal dengan pepatahnya "kok jalan babuah batih kok malenggang babuah tangan" (membawa oleh-oleh agar mempererat hubungan persaudaraan). Selanjutnya, terjadi komunikasi antar satu sama lainnya yang bisa menyelesaikan permasalahan dan memberikan ketentraman. Malam harinya diisi dengan kegiatan pergi ke surau melaksanakan shalat tarawih, membaca Al-Qur'an, dan menyimak ceramah Ramadhan. Dengan adanya acara ini maka orang-orang bahagia saat datangnya bulan Ramadhan setiap tahun.

Namun, tradisi balimau sendiri tercoreng saat ini sudah bercampur dengan hal berbau maksiat sehingga timbulnya dampak negatif. Acara balimau tak seperti dulu yang mempererat persaudaraan serta pembersihan jiwa, tapi berubah sebagai acara f0ya-foya dan perbuatan yang melanggar aturan agama. Terlihat remaja yang berpasang-pasangan mandi bersama di pemandian seperti lubuak, sungai, lambah, dan pantai dikunjungi orang-orang yang ingin balimau tak peduli dengan norma adat dan agama. Seperti orang Minangkabau tidak lagi peduli dengan kultur budaya nya dan terpengaruh oleh budaya Barat.

Pelestarian budaya ini awalnya sejalan dengan ajaran Islam untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan, mempererat hubungan persaudaraan, dan membersihkan diri. Bertabligh menggunakan budaya sangat mudah diterima serta diamalkan oleh masyarakat terutama di Minangkabau. Akibat pengaruh budaya lain, sehingga budaya aslinya hilang serta kian berlawanan dengan norma adat dan agama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline