Lihat ke Halaman Asli

La Nyalla dan Elektabilitas Gus Ipul-Puti

Diperbarui: 24 Februari 2018   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: gus ipul dan la nyalla (jawapos.com)

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Timur telah mengumumkan nomor urut pasangan calon gubernur Jawa Timur pada 13 Februari 2018 lalu. Khafifah Indarparawansa-Emil Dardak memperoleh nomor urut satu. Sedangkan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno mendapat nomor urut dua. Itu artinya, pertarungan politik telah dimulai.

Kedua pasangan ini dinilai para pengamat akan bersaing ketat. Namun, saya menilai pasangan Gus Ipul-Puti sangat rentan terhadap isu-isu negatif sehingga bisa menurunkan elektabilitas mereka. Setelah isu foto syur Azwar Anas, isu mahar politik terhadap La Nyalla berhembus sangat kencang di media.

Sekalipun isu mulai redah, tapi bukan tidak mungkin La Nyalla akan kembali menyanyi saat mendekati pemilihan nanti. Pasalnya, Partai Gerindra terlanjur masuk dalam tim kemenangan Gus Ipul-Puti. Jika melihat isu ini tentu bisa merugikan pasangan yang diusung oleh PDIP, PKB, Gerindra, dan PKS ini.

Sejak isu mahar politik berhembus, nama La Nyalla hampir menguasai jagad maya. Meski isu ini lokal tapi gaungnya me-nasional. Sangat wajar karena nama La Nyalla adalah sosok yang dikenal secara luas di Indonesia. Apalagi pernyataan ketua Kadin Jawa Timur itu bersentuhan langsung dengan Prabowo dan partai Gerindra. Isu ini bisa lebih nyaring daripada Via Vallen dan Nella Kharisma yang dikontrak pasangan Gus Ipul-Puti dalam kampanye pilkada Jawa Timur mendatang.

Isu mahar politik menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro mengatakan bahwa mahar politik adalah wajar. Ya wajar tanpa pengecualian (pinjam istilah yang digunakan BPK). Apa sih sekarang yang tidak pakai duit. Kencing aja mbayar. Apalagi nyalon gubernur. Itu alasan dari mereka yang ng-fans sama Prabowo dan Gerindra.

Sementara yang kontra, tentu bicaranya lebih serius. Mahar politik adalah sebuah pelanggaran terhadap Undang Undang Pilkada. Karena dalam pasal 47 disebutkan dengan jelas bahwa pilkada melarang partai atau gabungan partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala daerah. Sebaliknya, dalam undang-undang juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang memberikan imbalan apapun kepada partai dalam proses pencalonan pilkada. Apalagi maharnya sebesar 40 miliar rupiah (konon sampai 170 miliar).

Nyanyian ini semakin kencang ketika La Nyalla menyatakan mundur dari Gerindra. Bahkan loyalis La Nyalla ikut-ikutan mundur juga dari partai berlambang kepala garuda berwarna kuning keemasan itu. Jelas ini sangat merugikan Gus Ipul-Puti Guntur.

Elektabilitas La Nyalla Vs Gus Ipul

foto: la nyalla (metrotvnews.com)

Jika kita gemar membaca berita-berita tentang survei-survei pilkada Jawa Timur, kita akan tahu seberapa besar elektabilitas La Nyalla. Dia selalu bertengger di atas sejak September 2017 hingga jelang pendaftaran KPU. Itu artinya, jangan remehkan nyanyian La Nyalla, terlepas apa yang disampaikan itu benar atau membual, La Nyalla memiliki loyalis yang sangat tinggi. Ini tentu akan membahayakan elektabilitas Gus Ipul-Puti Guntur yang dianggap bersekongkol dengan Prabowo karena Gerindra telah masuk ke gerbongnya sebelum injury time.

Lihat saja survei yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) yang dilakukan pada bulan 25 Agustus -5 September 2017. Elektabilitas La Nyalla menempati urutan paling tinggi angka 23,1 persen. Sementara di bawahnya ada Risma 19, 2 persen, Khofifah 18,3 persen dan Gus Ipul 13,1 persen.

Pada tingkat popularitas, Khofifah menempati urutan pertama dengan perolehan 78,3 persen, La Nyalla 78,1 persen, Risma 77,6 persen, dan Gus Ipul 77,4 persen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline