Lihat ke Halaman Asli

Menembus Batas dalam Keterbatasan

Diperbarui: 18 November 2022   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angkie Yudistia (Sumber: instagram Angkie Yudistia)

Cantik dan lembut. Dua kata ini bisa mewakili gambaran seorang wanita. Pada umumnya, masyarakat mendefinisikan cantik itu sebagai kesempurnaan fisik. Padahal kecantikan secara fisik tanpa diimbangi kecantikan dari dalam yang berupa karakter dan kecerdasan, maka kecantikan tersebut hanya menjadi sebuah kecantikan sesaat saja.

Sore itu di Istana Negara, tepatnya pada tanggal 21 November 2019, seorang wanita muda berdiri di jajaran Staf Khusus Presiden. Rona kebahagiaan terpancar dari wajah wanita itu, didukung dengan baju putih lengan balon dan celana pensil berwarna navy, pesona keanggunan sangat sempurna tercipta. Wajah cantiknya dibalut hijab putih dengan ornamen bunga abu-abu silver.

Presiden Jokowi memulai dialog santai dengan posisi duduk di atas Bean Bag. Tampak wanita cantik itu duduk santai di atas Bean Bag berwarna putih keabu-abuan bersama enam Staf Khusus Milenial Presiden yang lainnya. Satu per satu, bapak Presiden Jokowi mulai memperkenalkan staf khususnya. Tiba pada giliran wanita cantik itu untuk memperkenalkan dirinya. Dialah Angkie Yudistia, Staf Khusus Milenial Presiden yang juga merangkap sebagai juru bicara presiden bidang sosial.

Angkie Yudistia adalah seorang penyandang disabilitas rungu, pendiri Thisable Enterprise. Angkie lahir di Medan pada tanggal 5 Mei 1987, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, putri dari pasangan Hadi Sanjoto dan Indiarty Kaharman. Sejak kecil, Angkie berpindah-pindah domisili mengikuti orang tuanya, mulai dari kota Medan, Ambon, Ternate, Bengkulu, Padang, Bogor, dan Surabaya. Pencapaiannya hingga menjadi staf khusus presiden adalah bukan sebuah perjalanan yang mudah. Angkie memerlukan waktu selama 10 tahun lamanya dalam memupuk kepercayaan diri untuk mengeksplorasi segala potensi dirinya.

Perjalanan baru dimulai saat Angkie berusia 10 tahun. Kala itu Angkie tinggal di bumi Maluku, Angkie mengalami demam tinggi karena malaria. Angkie harus melakukan pengobatan dengan menggunakan antibiotik demi untuk kesembuhannya dari malaria. Pasca pengobatan, Angkie kehilangan kemampuan pendengarannya. Gejala ini terlihat ketika Angkie tidak merespon lingkungan saat memanggilnya.

Krisis kepercayaan diri mulai menghinggapi Angkie, hingga akhirnya dia benar-benar hilang rasa percaya diri. Apalagi ketika Angkie bertemu dengan teman-temannya dan tiba-tiba ada yang memandang aneh dengan alat bantu dengar yang digunakannya, hingga ada celetukan "kamu cacat?" Hati Angkie sungguh terluka. Angkie seperti berada dalam mimpi buruk dan dia selalu menangis dalam doanya supaya bisa terbangun dari mimpi buruk tersebut.

Angkie bersyukur tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang sangat mensupport. Ibunda Angkie selalu memotivasinya, dan Angkie diberikan kebebasan untuk bergaul dengan teman-temannya serta mengembangkan dirinya. Hingga akhirnya Angkie terbangun dari mimpi buruk yang telah menyelimuti hidupnya selama 10 tahun lamanya. Titik nol itu terjadi ketika Angkie kembali ke tanah air selepas menjalankan ibadah umroh di tanah suci Mekkah. Wanita lulusan SMAN 2 Bogor ini meningkatkan kompetensi dirinya dengan melanjutkan pendidikan tinggi untuk meraih gelar sarjana dan master pada Jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relation Jakarta.  

"Siapapun bisa menjadi pahlawan. Kita adalah pahlawan bagi diri kita sendiri. Karena kita adalah pahlawan, maka kita bisa menjadi pahlawan bagi lingkungan sekitar." Kalimat inilah yang diucap oleh Angkie Yudistia. Sebagai perjalanan baru dalam kehidupan Angkie, bahwa di sekitar ada kelompok-kelompok rentan yang juga mengalami krisis kepercayaan diri. Mulailah Angkie mendirikan perusahaan Thisable Enterprise, yang bertujuan untuk mewadahi dan memberdayakan penyandang disabilitas di Indonesia, sehingga mereka memiliki kemampuan dan keterampilan, yang selanjutnya disalurkan ke dunia kerja. 

Angkie menyadari bahwa masih terdapat ketimpangan sosial terkait penyandang disabilitas di Indonesia. Penyandang disabilitas masih kesulitan mendapatkan pekerjaan dan mereka belum bisa mencapai kemandirian ekonomi. Melalui Thisable Enterprise, Angkie menghapus stigma masyarakat terkait disabilitas. Bahwa mereka ini bisa bersaing di dunia kerja dan mengangkat perekonomian mereka. Thisable sendiri berkembang menjadi sebuah grup yang membawahi Thisable Foundation, Thisable Recruitment, serta Thisable Digital. 

Angkie memberikan pendidikan dan pelatihan bagi penyandang disabilitas supaya dapat bekerja secara vokasional dan profesional. Pada 2017, Thisable Enterprise bekerjasama dengan Go-Jek sebagai mitra bisnis. Penyandang disabilitas yang berada di bawah naungan Thisable Enterprise disalurkan menjadi pekerja pada sejumlah layanan Go-Jek sesuai dengan kemampuan masing-masing disabilitas, seperti Go-Massage, Go-Clean, Go-Auto, maupun Go-Glam. Thisable Enterprise juga mengeluarkan beberapa produk retail perawatan tubuh, seperti sabun dan kosmetik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline