Butir Emas di Padang Pasir
oleh : Mu'arrifuzzulfa
Mencari pelajaran kehidupan
Beberapa waktu lalu saya menangani seorang pasien laki-laki berumur sekitar 85 tahun. Beliau secara fisik terlihat masih fit, tetapi secara psikologis terdapat gangguan. Pernah dalam sejarahnya ingin melakukan bunuh diri. Dia memiliki istri dan satu anak laki-laki. Saya mengenal baik pasien tersebut dan juga istrinya. Istrinya setiap hari menjenguknya bersama menantu perempuannya. Kurang lebih dalam kurun waktu seminggu, keadaan pasien menurun sangat drastis, ketika semua keluarga menjenguknya dia mengungkapkan bahwa dia sudah ingin mengakhiri hidupnya.
Hari silih berganti hingga dia berada pada titik dimana dia sudah terbaring di kasur dan sudah tidak berdaya lagi. Tarikan nafas yang sangat berat, pupil matanya dan berbagai tanda fisiologis sudah menunjukkan akhir hidup. Sebelumnya dalam kamar pasien tersebut terdapat pasien lain, tetapi karena keadaannya semakin memburuk, saya memindahkannya ke kamar lain agar pasien lebih tenang.
Di hari selanjutnya sekitar jam 15.00 saya masuk ke kamar pasien, dan disana terdapat istrinya yang sedang duduk memandang suaminya sambil memegang tangan suaminya yang sudah tidak berdaya lagi. Ketika saya masuk, istri pasien langsung mendatangi saya secara perlahan karena kami sudah mengenal baik. Kemudian dia bercerita banyak tentang perasaannya dan bagaimana mereka hidup bersama selama ini. Saya tidak berbicara sama sekali, saya hanya ingin mendengarkan dia bercerita dan mengungkapkan semua perasaannya. Saya sangat mengerti, dia ketika itu membutuhkan seseorang yang dapat mendengarkan dengan penuh empati.
Mendengarkan bagimana mereka sudah lebih dari 50 tahun bersama sebagai pasangan sumai istri, saya sangat terharu ketika dia harus melihat pasangan hidupnya hanya bisa berbaring dan sudah tidak berdaya lagi. Karena dia seorang ibu dari anak laki-lakinya, saya ketika itu spontan teringat kepada ibu saya yang berada sangat jauh dengan saya saat ini, beliaulah yang mengajari saya bagaimana etika berbicara dengan seorang perempuan. Berbicaralah yang lembut, jaga sopan santun dan tata krama, gunakan empatimu dan berikan hormat ketika berhadapan dengan seorang perempuan, itulah beberapa hal yang diajarkan oleh ibu kepada saya.
Setelah istri pasien merasa cukup untuk mengungkapkan perasaannya saya mengucapkan satu kalimat kepada dia sebelum saya meninggalkan mereka berdua di kamar tersebut, "Anda adalah wanita yang sangat baik, saya sangat respek bahwa anda masih ingin dan menyempatkan datang setiap waktu untuk menemani suami anda di akhir-akhri hidupnya. Saya yakin tidak semua istri seperti anda. Apa yang anda lakukan adalah hal yang sangat baik. Saya yakin dan saya ikut merekasakan bahwa ini adalah hal yang sangat susah bagi anda untuk melihat bagaimana suami anda menahan rasa sakit dan berada dalam kondisi ini.". Dia kemudian menjawab, "Terimakasih, saya meminta satu permintaan kepadamu. Nanti malam, anak laki-laki saya akan datang kesini, dia pasti akan kaget melihat ayahnya dengan keadaan seperti ini. Tidak pernah dalam hidupnya dia melihat ayahnya dalam keadaan seperti ini. Saya sangat berharap anda dapat berbicara dengan dia".