Lihat ke Halaman Asli

Muarrifuzzulfa

Pekerja profesional di rumah sakit Jerman

Ramadan dan Kesehatan (Refleksi atas fenomena di Jerman)

Diperbarui: 29 Juni 2024   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pribadi

Ramadan dan Kesehatan*

oleh : Mu'arrifuzzulfa

            Ramadan adalah bulan yang sangat menantang bagi saya, bukan karena saya harus melakukan hal yang tidak biasa dilakukan seperti tidak makan dan minum, menahan hawa nafsu dll, tetapi Ramadan mengajari saya bagaimana bersikap sebagai seorang muslim yang baik dikalangan masyarakat nonmuslim di Jerman, disaat mereka melihat seakan akan bulan Ramadan adalah bulan yang "menyiksa" seorang muslim untuk tidak makan dan minum berjam-jam. Saya juga pernah mengalami masa Ramadhan ketika jatuh di waktu musim panas yaitu mulai puasa jam 03.30 dan buka puasa jam 21.30. Bagi orang jerman tidak makan dan tidak minum selama puluhan jam adalah suatu hal yang tidak wajar.

            Hal yang sangat sering bahkan sudah pasti diungkapkan dari teman-teman saya nonmuslim Jerman di tiap tahunnnya pada saat tiba bulan Ramadan adalah " Puasa Ramadan itu sangat extrim...okelah tidak makan masih bisa, tapi kalau tidak makan dan tidak minum...itu tidak wajar...". Ada dua pendekatan yang pernah saya alami ketika mendengar ungkapan itu. Pendekatan pertama, yaitu waktu awal-awalnya dulu saya hanya bisa berkata "ya.. bagi saya biasa saja karena sudah terbiasa dari kecil, sebenarnya puasa hanya diwajibkan bagi yang mampu melaksanakanya, beberapa orang yang tidak mampu melakukannya seperti orang hamil, sakit dll tidak diharuskan melakukannya meski harus menggantinya dilain waktu". Tetapi ketika saya menjawab seperti itu, jawaban tersebut tidak banyak berkesan bagi mereka, karena itu tidak terlalu menarik bagi mereka karena dipikiran mereka masih terbayang bahwa tidak makan dan tidak minum dalam kurun waktu berjam-jam itu tidak bisa diterima akal dan itu tidak sehat. Dengan menggunakan jawaban tersebut, maka tidak terjadi dialog dan tidak terjadi transfer ilmu mengenai Ramadan.

            Nah pendekatan yang kedua inilah yang menguji saya secara pribadi bagaimana menciptakan sebuah percakapan dengan mereka agar istilah Ramadan itu tidak berkesan "menyiksa" kaum muslim dan agar tema Ramadan itu dapat menjadi tema yang hangat untuk dibicarakan dan dapat "diterima akal" oleh mereka. Pendekatan yang kedua inilah yang sampai sekarang sering saya lakukan, karena dengan membuka percakapan dengan mereka maka minimal ada beberapa pesan dari puasa Ramadan itu sendiri yang dapat mereka terima, minimal mindset mereka tentang puasa itu tidak negatif lagi, bahkan tidak jarang dari mereka melakukan ekperimen untuk berpuasa 1 hari saja hanya untuk ingin merasakan bagaimana rasanya berpuasa itu sendiri, ada juga yang melakukan ekperimen puasa selama seminggu dan kemudian masuk Islam. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang terbuka, artinya mereka suka belajar terhadap sesuatu yang mereka tidak tahu disamping hal tersebut selalu present di kesehariaan mereka seperti puasa Ramadan yang tiap tahunnya selalu ada. Hal yang kurang dari seorang muslim di Jerman adalah rendahnya kemauan mereka menjelaskan esensi puasa Ramadan itu sendiri secara logis dan masuk akal.

- Setiap percakapan dimulai dari sebuah penelitian

            Ada perbedaan reaksi dari mereka nonmuslim ketika mereka mengetahui bahwa saya sedang puasa dan menanyakan, "bagaimana kabarmu dengan berpuasa? aku tidak bisa membayangkan sih kalau aku berpuasa." dan saya menjawabnya dengan "saya sudah biasa puasa ramadahan tiap tahunnya, jadi saya baik-baik saja dengan berpuasa" dibanding menjawabnya dengan "Saya baik-baik saja dan bahkan ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara puasa Ramadan dengan kesehatan bahkan puasa mempengaruhi kerja sel manusia".

            Saya sering menggunakan pendekatan yang kedua yaitu dengan membawakan sebuah penelitian yang berhubungan dengan puasa. Ketika saya mengungkapkan bahwa ada penelitian yang membuktikan bahwa puasa itu baik, maka biasanya mereka langsung mengeluarkan ekspresi wajah mereka seperti orang yang ingin tahu secara detail sambil berkata "echt, wirklich?" atau bahasa indonesianya adalah "beneran...?". Nah ketika mereka sudah menunjukkan keingintahuan mereka tentang apa yang dikatakan penelitian tersebut mengenai puasa, maka dialog tentang puasa inilah mulai terjadi. Bahkan pendekatan seperti ini semakin seru karena tingkat keingintahuan mereka semakin meningkat dan ingin benar-benar tahu apa sebenarnnya yang terjadi di dalam tubuh ketika seseorang berpuasa. Terkhusus lagi saya sekarang mendapat kesempatan untuk bekerja di rumah sakit sebagai perawat di bagian kardiologi (penyakit dalam yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah) dan endokrinologi (sistem endokrin yang mengatur hormon di dalam tubuh). Tentunnya rekan kerja saya adalah orang orang yang paham tentang kesehatan, dari para perawat sendiri sampai para dokter ahli, kami bekerja sama dalam satu team. Hal ini juga yang memicu saya untuk lebih giat lagi untuk membaca penelitian-penelitian baru tentang hubungan puasa Ramadan dengan kesehatan.

- Dehidrasi selama puasa

            "Tidak makan sih masih oke, tetapi kalau tidak minum sama sekali, ini tidak bagus untuk tubuh". Itulah ungkapan kebanyakan dari mereka yang nonmuslim di Jerman. Apa yang dikatakan penelitian mengenai ini?. Ternyata terdapat ilmuan yang meneliti hal ini. Penelitian yang terbit di British Journal of Nutrition dilakukan oleh tiga orang peneliti yang berasal dari Malaysia. Mereka menguji bagaimana efek puasa Ramadan pada laki-laki muslim di Malaysia dengan mengamati beberapa variabel urin, diantaranya juga output urin dan osmolalitas, dan total zat terlarut, ion natrium, ion kalium, dan ekskresi urea. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa terdapat perubahan aktifitas dan waktu makan pada bulan puasa mengakibatkan perubahan pada kandungan urin yang dikeluarkan. Jumlah urin yang dikeluarkan pada malam hari tidak begitu banyak perubahan dibandingakan sebelum Ramadan. Pada sore dan pagi hari terdapat pengurangan jumlah urin. Tetapi terdapat penambahan jumlah urin lagi pada pagi hari setelah dua minggu pertama bulan Ramadan. Dari hasil penelitian ini, peneliti menyimpulakan bahwa para partisipan tidak mengalami stres berat dikarenakan kekurangan air selama bulan Ramadan. Tubuh dapat beradaptasi dengan baik terhadap kekurangan air selama bulan Ramadan.(1) Penelitan lain juga mengungkapkan hal yang sama bahwa keseimbangan air pada bulan Ramadan tidak memiliki efek negetif terhadap kesehatan.(2)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline