: rasa ngilu
cukup sekali lelaki itu mencatatkan sukmanya sejak pertama melihat bulan yang melintas di siang sebuah sudut kota kelahirannya. siapa pun tak sanggup menjawabnya ketika lelaki itu bertanya ada bulan tiba-tiba menyinari pelupuknya. selalu saja mengira itu hanya mimpi belaka atau hanya bulan mainan semata. masih juga belum mau percaya meski sinar yang hinggap di pelupuknya ternyata membuat garis-garis rindu di sepanjang jalan yang dilaluinya pada sore sepulang dari percakapan pertama. "mengapa juga kucipta sua bila pada tubuhnya ada garis lelaki yang lebih dulu".
waktu yang menyilangkan seribu ragu dan lelaki itu tak sepenuhnya tahu wajah bulan yang dirindu. "tak sepenuhnya kau tahu perihal lelaki yang kukenal lebih dulu." saat malam tiba tepat di tengah-tengah waktu, lelaki itu menyalin satu demi satu rasa ngilu. esoknya, lewat spiker sebuah masjid, tersebar kabar lelaki itu mati bersama baris-baris puisi.
slawi, mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H