Lihat ke Halaman Asli

Siapa yang Tahu Kebenaran Itu Semua?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bukan lautan hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu.

Tiada badai tiada topan kau temui. Ikan dan udang menghampiri dirimu.

Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman….

(Koes Plus)

Penggalan lagu Koes Plus di atas menyajikan fonemena menarik mengenai Indonesia. Indonesia adalah negeri yang memiliki kekayaan alam atau sumber daya alam yang sangat melimpah.Alam menjadi bagian dari keseharian dan budaya rakyat.Namun persahabatan alam dengan rakyat berakhirkarenakerakusan telah mengalahkan akal sehat. Hamparan sumber daya alam tidak lagi menjadi berkah melainkan kutukan ataucurse. Dalam konteks ekonomi, sudah lama disimpulkan bahwa kelimpahan sumber daya alam suatu negara malah menjerumuskan negara tersebut dalam jurang kemiskinan yang dalam sehingga muncul istilahresources curse hypothesis(hipotesis kutukan sumber daya alam). Hampir tidak ada teladan yang bisa dirujuk, negara yang kaya sumber daya alam bisa menjadi bangsa yang makmur.

Saat ini Indonesia berada ditengah era baru, yang dinamakan era reformasi. Kondisi bangsa kita di era reformasi ini ditandai dengan beberapa fenomena yang mengemuka sebagai tantangan, banyak permasalahan yang muncul pada negara ini, Salah satu contoh permasalahan sangat memprihatinkan yaitu dibidang pendidikan. Saat ini beribu rakyat Indonesia mengenyam pendidikan, namun berjuta rakyat Indonesia tak tersentuh oleh pendididkan. Dilihat dari kacamata UUD Pasal 31 ayat 1, bahwa “ Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan”, seharusnya di era ini sudah tidak ada lagi kasus seorang anak tidak melanjutkan sekolah karena tidak memiliki biaya.

Bagaimana bisa masih banyak anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya, sedangkan SDA melimpah di negeri ini. Apa karena faktor kualitas SDM yang rendah? Minimnya kualitas SDM dan krisis moral telah membuat kekayaan yang ada hangus begitu saja. Akibatnya SDA yang ada dikuras habis oleh negara lain karena kita belum mampu mengolahnya.

Data yang diungkap Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Pratikno membuat kita tercengang, sekaligus miris. di sektor seperti migas dan batu bara, di mana kepemilikan asing mencapai 70–75%, serta pertambangan hasil emas dan tembaga 80–85%. Tanpa kita sadari, sudah sedemikian mengguritanya kepemilikan asing. Mereka bukan hanya masuk di berbagai sendi-sendi perekonomian nasional, melainkan juga sudah sedemikian dominan. Pemerintah tidak boleh mengabaikan fenomena kepemilikan asing itu.

Coba bayangkan, saat ini cadangan emas PT Freeport Indonesia senilai Rp 1.329 triliun. Angka ini hampir sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 yang mencapai Rp 1.435 triliun.Angka ini berasal dari cadangan bijih sebanyak 2,6 miliar ton yang siap ditambang. Setelah diolah, setiap 1 ton bijih itu bisa menjadi 2,9 kg tembaga dan 0,93 gram emas.

Nah, cadangan 2,6 miliar ton itu jika dihitung secara kasar bisa menghasilkan 2.418 ton emas. Jika harga emas per gram Rp 550 ribu, maka nilai cadangan itu sebesar Rp 1.329 triliun.

Mau tahu keuntungannya? Diperkirakan setiap tahun Freeport meraup keuntungan US$ 6 miliar atau Rp 54 triliun. Kalau angka ini benar, coba saja bagi dengan 3,2 juta jiwa penduduk Papua. Hasilnya, masing-masing orang Papua setiap tahun mengantongi Rp 16,8 juta.

Itu baru dari satu perusahaan. Belum lagi 24 perusahaan yang bergerak di usaha tambang di Papua. Tapi ironisnya, kebanyakan orang Papua tak menikmatinya. Lihat saja jumlah orang Papua yang berada di bawah garis kemiskinan terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2010 jumlahnya 761,62 ribu jiwa, namun Maret 2011 naik menjadi 944,79 ribu jiwa. Ini baru yang di bawah garis kemiskinan, belum yang miskin.

Sebagai calon sarjana Fisika, permasalahan ini adalah sebuah penggerak hati saya untuk berkontribusi lebih banyak untuk negeri ini. Tawaran untuk memperdalam ilmu tentang pengolahan hasil bumi ibu perttiwi ini nampaknya sangat menarik. Terlebih kegiatan ini diadakan oleh perusahaan tambang yang katanya telah berkontribusi membangun sebagian buni pertiwi, tepatnya di kawasan Nusa Tenggara. Yaph.. benar, acara ini diadakan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara.

PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah (Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing (menurut informasi dari pihak manajemen, perusahaan ini  merupakan perusahaan partner antara Pemda setempat dan PT. Bumi Resources). Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator PT.NNT. PT.NNT menandatangani Kontrak Karya pada 1986 dengan Pemerintah RI untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di dalam wilayah Kontrak Karya di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut sumber yang saya baca PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) merupakan perusahaan mineral yang berfokus pada tambang tembaga, dalam sehari memproses kurang lebih 500.000 ton bijih batuan dari pit (lokasi galian tambang). Dari jumlah tersebut, setiap 1 ton bijih batuan bisa menghasilkan rata-rata 4,87 kilogram tembaga dan 0,37 gram emas.

Dari situlah PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) katanya telah berkontribusi bagi pembangunan NTB sebanyak $ 134 Juta USD atau sebesar 1,34 Triliun (Jika kurs rupiah 1 USD = Rp.10.000). Dana tersebut digunakan untuk pemberian air bersih, pembibitan terumbu karang buatan, reklamasi lahan bekas penambangan, perbaikan gizi warga sekitar dan lain-lain. Namun, siapa yang tahu kebenaran itu semua? Mungkin hanya 10 orang terpilih saja yang nantinya dapat melihat bukti nyatanya, termasuk saya. Amiin…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline