Lihat ke Halaman Asli

Muara Alatas Marbun

Alumni U Pe' I

Ketika Singapura Menolak Abdul Somad Demi Kebhinekaan Negerinya

Diperbarui: 18 Mei 2022   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: IPS commons/ipscommons.sg

Singapura dikenal sebagai negara berukuran kecil yang besar dalam berbagai hal, baik itu prestasi, pendidikan, masyarakat, begitu pula dengan keberagaman. Meskipun banyak sekali peranakan Tionghoa di sini, nyatanya Singapura sama halnya dengan negara-negara pinggiran laut lainnya yang merasakan globalisasi zaman kuno. Alhasil negara Singapura adalah negara yang diisi oleh warga negara yang terdiri dari perbedaan antara suku, ras, agama, dan golongan.

Singapura telah berupaya untuk membentuk undang-undang dan budaya hukum yang mengutamakan "equality before the Law" demi menjaga perdamaian antar warga negara tanpa membedakan latar belakang mereka. Dampaknya, pemerintah akan berupaya untuk melindungi negara dari upaya pencemaran berbau SARA di negara mereka, baik itu dilaksanakan oleh warga negaranya sendiri maupun warga negara orang lain. Hal itu dibuktikan dengan penolakan kedatangan Abdul Somad dan rombongan ke Singapura.

Singkat cerita, Abdul Somad and the gank mengaku sudah melengkapi segala syarat untuk masuk ke Singapura dan pihak imigrasi Indonesia sudah bilang "its OK", jadi lancarlah perjalanannya dari Batam. Turun dari kapal tentu di cek sana-sini oleh pihak imigrasi Singapura. Tahu-tahu, Pihak Imigrasi menolak kehadiran Abdul Somad dan membuatnya balik lagi ke Batam. Kabar ini berhembus kemana-mana dan memunculkan opini di sana-sini bagi warganet Indonesia.

Pihak Imigrasi Singapura belum memberikan statement resmi terkait hal ini, jadi satu-satunya pegangan media massa mainstream Indonesia adalah pernyataan dari pihak Kementerian Dalam Negeri Singapura terhadap Abdul Somad. Singkat kata, Singapura menolak Somad karena dia sudah punya reputasi jelek sebagai pemuka agama dan tidak cocok dengan keberagaman masyarakat Singapura.

Sebelum kalian marah dengan apa yang dllakukan Singapura terhadap idola kalian, ada dua hal yang perlu kalian sadari: kewenangan dan hukum tabur-tuai.

Singapura adalah negara berdaulat, punya hukum, dan keputusan pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap negerinya sendiri dan tertuang dalam produk hukum negara tersebut. Jika mereka menolak seorang ekstrimis dan penghina agama lain masuk ke negara mereka, marah sampe muntah pun tidak ada gunanya karena itu adalah upaya mereka menjaga keamanan dan kerukunan. Dalam kasus Abdul Somad, itu sudah pasti mengingat statement mereka punya bukti. Berterima kasihlah kepada Somad dan corong-corong dakwahnya yang masih mempertahankan video yang menghina salib Kristen, alhasil pemerintah Singapura telah memberikan pernyataan yang tidak asbun (asal bunyi). 

Di Indonesia, mungkin Abdul Somad masih aman dengan ceramah-ceramah kontroversialnya karena dia dilindungi fansnya yang ada di mana-mana. Tapi hal yang tidak ia sadari adalah bahwa tidak semua manusia bumi memaklumi ucapan kontroversialnya sekalipun tidak sedikit yang mendukung ucapannya tersebut karena menegaskan glorifikasi di atas agama lain. Aksi-aksinya yang kelewatan sudah tidak cocok dengan Singapura yang menghormati perbedaan dan menipiskan konflik atas dasar SARA. Puncakanya adalah penolakan dan pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura.

Singapura tidak pandang bulu dalam merawat perbedaan, karena itu tentu menyebabkan perpecahan yang berdampak pada keutuhan negara. Mulai dari pemisahan Singapura dari Malaysia karena mereka terlalu vokal membela peranakan Tionghoa dalam pemenuhan kesetaraan di negeri jiran. Itu bisa jadi trauma yang membawa Singapura sebagai negara belahan dunia timur yang tegas menjaga perbedaan sejak usia dini melalui pendidikan hingga dewasa melalui hukum dan sikap sosial masyarakat. Jadi jika anda menanam kebencian terhadap agama lain yang tentu tidak boleh di Singapura, maka siaplah menuai penolakan di sana.

Menjaga ucapan adalah hal yang penting, termasuk juga sadar akan sekitar kita bahwa kita hidup diantara orang yang berbeda namun serupa, maksudnya adalah berbeda identitas namun serupa sebagai manusia yang bisa bahagia dan tersakiti. Dalam konteks penolakan Abdul Somad, jangan merasa 'terlindungi' karena dunia itu luas, bahkan negara tetangga saja bisa menolaknya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline