Lihat ke Halaman Asli

Muara Alatas Marbun

Alumni U Pe' I

Oleh-oleh Mudik, Ilmu Mengelola Lingkungan

Diperbarui: 1 Juni 2019   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by icon0.com from Pexels

Mudik senantiasa menjadi kesempatan untuk refreshing dengan sejuta kerinduan kepada suasana hangat keluarga dan sejuknya pemandangan kampung halaman. Pada momen ini, kegiatan yang bisa diisi terkadang lumrah terjadi dan seakan tidak membosankan. 

Kegiatan seperti silaturahmi, makan bersama, membagi-bagikan THR hingga berlibur ke tempat wisata, serta tak lupa mengunggah kemesraan lingkup keluarga ini ke media sosial menjadi hal yang sepertinya terangkum dalam momen idul fitri di kampung halaman.

Oleh karena itu, mudik seringkali menjadi kajian secara akademik untuk membahas dasar dari fenomena ini hingga berujung pada pemaparan multiperspektif yang muncul dari kajian tersebut. Menurut Arribathi & Aini (2018),  Mudik dimaknai sebagai "...bentuk sinergi antara ajaran agama dengan budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. 

Sebagai sebuah tradisi mudik telah mengakar secara kuat. Sementara dalam pandangan agama berbagai tradisi dalam mudik diyakini memiliki landasan". Dari perspektif ekonomi, fenomena mudik memiliki hubungan erat dengan pengembangan jaringan ekonomi (Somantri, 2014). 

Jelas sekali bahwa ditinjau dari perspektif manapun, mudik memiliki manfaat tersendiri dalam menyegarkan kembali kondisi dan kebiasaan manusia antar daerah.

Namun ada hal seringkali dilewatkan oleh para pemudik yang bisa dibilang lama berjuang di tanah perantauan yang notabene selalu terbayang kota besar dengan berbagai akses yang mudah --kecuali kemacetan. 

Hal itu adalah ilmu yang bisa saja diterapkan di kampung halaman agar kampung halaman tersebut bisa berkembang atau setidaknya mengimbangi arus inovasi kota dengan caranya sendiri. Satu hal yang bisa dibagi adalah ilmu mengolah lingkungan agar bisa dikelola dengan fleksibel dan tepat guna.

Lingkungan pada masa lebaran tidak lepas dari menumpuknya sampah yang membludak akibat kegiatan manusia yang padat dalam satu waktu. 

Hal ini justru tidak diimbangi dengan keberadaan tempat pembuangan sampah yang kurang mampu dijangkau dengan masyarakat (Mulasari & Sulistyawati, 2014). Hal ini bisa berdampak pada beban ekstra dinas untuk harus bekerja lebih keras dalam mengumpulkan sampah yang belum tentu ada di lokasi yang dianjurkan.

Dengan makin terkikisnya luas lahan untuk memperluas area penanaman hingga pengelolaan sampah yang makin ruwet akibat tidak adanya sarana penampungan sampah ukuran besar di suatu lingkungan, solusi Agroforestry dan Suistanable Neighborhood Garbage Management (SNGM) patut untuk dicoba. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline