Lihat ke Halaman Asli

Mual P Situmeang

Pekerja Sosial

Sekeping Pembelajaran: Bansos Memberdayakan atau Memperdayakan Masyarakat?

Diperbarui: 3 Juli 2024   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Akhir-akhir ini dimedia begitu riuh narasi pendapat dan pandangan terkait dengan Bansos yang digelontorkan Pemerintah oleh Presiden.

Terlepas dari ragam polemik dan perspektif terhadap manfaat, tujuan dan pelaksanaan Bansos, marilah jeda sejenak mempelajari praktek bansos dari sudut pengalaman masyarakat yang menjadi sasaran penerima manfaatnya (beneficiaries).

Pada dasarnya apapun bantuan yang diterima masyarakat termasuk bansos dari pemerintah akan membuat si penerima baik keluarga maupun masyarakat merasa lega atau menenangkan perasaan yang gelisah atau biasa diistilahkan dengan relief oleh lembaga-lembaga kemanusiaan dunia yang memiliki pengalaman dan keahlian (expertise) dibidang penanganan bantuan kemanusiaan. Apalagi bagi mereka yang terdampak oleh situasi dan kondisi darurat akibat bencana alam atau bencana 'buatan' tangan manusia seperti konflik dan peperangan.

Ragam bantuan biasanya dikemas untuk memenuhi kebutuhan penyintas misalkan saja dalam menangani bantuan masyarakat yang mengalami bencana gempa bumi, kekeringan, atau banjir dlsb. Pada prakteknya paket bantuan dirancang sedemikian rupa agar tepat guna sehingga sipenerima dapat ditopang daya survival nya menghadapi kondisi darurat. Paket standar berupa makanan, minuman dan perlengkapan dasar minimal ada dalam paket bantuan tsb. termasuk juga untuk anak.

Paling tidak dengan bantuan darurat ini mereka sanggup bertahan hidup menghadapi keadaan kritis. Istilah relief ini menjadi jargon teknis dalam program bantuan darurat, emergency relief, yang baku digunakan dalam pelaksanaan program bantuan maupun memobilisasi sumber pendanaan.

Dalam kajian empiris yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun internasional yaitu melalui pembelajaran partisipatif -suatu penelitian kualitatif yang melibatkan si pemberi bantuan, mitra-mitra dan penerima manfaat yaitu masyarakat, disimpulkan bahwa bantuan a.l paket bansos yang tidak tepat sasaran, dengan metode yang tidak cermat dan situasi atau waktu yang salah justru menimbulkan permasalahan baru.

Ibarat pasien menerima perawatan dengan perlakuan medis yang tidak tepat oleh karena diagnosa yang tidak akurat sehingga mengakibatkan kondisi yang lebih buruk lagi.

Meninjau pengalaman praksis lapangan lembaga sosial kemanusiaan dalam memberikan bantuan dilaporkan bahwa hal utama dan penting sebelum intervensi adalah menyelami kondisi sosial masyarakat. Salah satu aspek penting yang dipetakan adalah tingkat kapabilitas masyarakat mengatasi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Selain itu aset sosial yang ada didalamnya termasuk juga potensi kelompok atau paguyuban baik tradisional non formal dan modern yang formal discan untuk diperkuat peran dan tanggung jawabnya.  Pandangan dan kontribusi mereka terhadap isu atau permasalahan di masyarakatnya amatlah vital. 

Menurut kajian antropologi setiap kelompok masyarakat memiliki survival strategy yang membuat mereka mampu bertahan hidup dalam kondisi apapun juga. Ini terbukti dari eksistensi dan perjuangan hidup mereka diwilayahnya secara turun temurun.

Oleh karena itu penting sekali memahami kondisi masyarakat yang akan mendapat 'suntikan' khusus seperti bansos. Tentu bila masyarakat dalam kondisi darurat pihak 'penolong' harus berinisiatip sigap dan cepat membantunya agar bisa bertahan hidup. 

Dalam kondisi yang relatif stabil dan berjangka panjang atau biasa disebut fase development maka bantuan apapun juga kemasyarakat tetap dalam koridor pemberdayaan dimana masyarakat ikut bertanggung jawab dan berperan mengatasi persoalannya sendiri bersama pihak penolong. Jangan sampai bantuan tersebut justru menimbulkan permasalahan baru apalagi melemahkan daya juang mereka membangun kesejahteraan masyarakat.  Atau bahkan dapat menimbulkan sikap dependency dan masyarakat menjadi obyek/ penerima pasif. Hal ini akan menyuburkan sikap inferioritas serta mentalitas yang lebih cenderung menuntut bantuan. Perlahan kepercayaan diri masyarakat semakin tergerus dalam pola transaksi subyek dan obyek. Sipemberi dan penerima. Alhasil masyarakat dalam jangka panjang menjadi lumpuh daya juang, inisiatif dan kreatifitasnya untuk bertahan hidup di kondisi apapun juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline