Lihat ke Halaman Asli

Menerapkan Reduce–Reuse–Recycle -3

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

xeIMG_8227

[Sambungan dari Bagian-2]. Pesan Mas Nunu kepada saya, hormati, hargai dan jangan pernah durhaka kepada orang tua kita dan garis keturunan ke atasnya. Beliau juga menyarankan agar saya pulang ke kampung halaman orang tua untuk mengenal lebih dekat saudara dan garis keturunan dari orang tua. Pasti dari situ kita akan menemukan ‘petunjuk’ untuk kehidupan kita. Bahkan mungkin kita bisa menemukan tugas dan misi hidup kita di dunia ini. Mungkin leluhur kita punya misi tertentu yang perlu dilanjutkan oleh kita. Wallahualam… Kembali ke kafe kami, salah satu koleksi jadul kami adalah gilingan kopi (coffee grinder) made in England. Diperkirakan diproduksi awal 1900-an. Jenis gilingan ini ditandai dengan nomor 1 sampai 5. Nomor 1 untuk hasil gilingan terhalus, nomor 5 gilingan terkasar. Yang terbanyak dijual di Pasar Triwindu Solo, tempat kami hunting gilingan ini, adalah gilingan nomor 4. Nah, yang kita punya ini nomor 3. Lumayan langka apalagi dengan kondisi yang cukup baik.

Ada televisi Jepang keluaran awal 80-an generasi pertama televisi berwarna. Televisi ini dikemas berkaki seperti bufet atau meja besar. Belum sempat diservis, semoga masih bisa berfungsi dengan baik. Sekarang bermanfaat menjadi meja display untuk pastry.

xeIMG_8407

Barista bar kami berasal dari bufet jati pinjaman ibu saya. Pembelian tahun 1958, ya betul saya tidak salah ketik, tahun 1958; saat mengisi rumah baru setelah menikah dengan ayah almarhum saat itu.

xBufet

Ada ‘harta karun’ yang saya dapat dari blusukan di Mal Rongsok Kukusan Depok. Satu set meja makan dan empat kursi jati yang populer disebut dengan model jengki. Keluaran sekitar tahun 70-an dengan ciri khas kaki meja atau kursi berbentuk bulat meruncing ke bawah dan menjorok ke arah luar. Berkaitan dengan set meja makan ini ada satu cerita ajaib. Karena ingin menampilkan meja ini se-as-is mungkin, jadi kami tidak merapikan dan mengamplas permukaan kayunya. Di permukaan meja tersebut tertoreh coretan tangan anak-anak dengan spidol yang sudah agak memudar. Menuliskan sebuah nama laki-laki, mungkin namanya. Jadi coretan itu kami biarkan sebagai bagian dari sejarah meja tersebut. Suatu hari, saat hunting ruko di Jalan Margonda Raya, ada beberapa ruko yang saya taksir dan saya langsung telpon satu per satu. Setelah menelpon masing-masing nomor, ada satu yang saya paling sreg dari segi harga dan kondisi strategisnya. Setelah berkenalan, ternyata yang empunya ruko seorang bapak asal Aceh yang bernama SAMA PERSIS dengan nama yang tertulis di coretan meja makan jadul tersebut! Kebetulan? Sebenarnya tidak ada yang namanya ‘kebetulan’. “There are no accidents”, kata Master Oogway di Kungfu Panda. Kami yakin itu sebuah sign. Makanya kami langsung deal mengontrak ruko tersebut. [Bersambung ke tulisan berikutnya Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia]. . Depok 12 Agustus 2013 Muadzin F Jihad Founder Ranah Kopi Twitter @muadzin




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline