Lihat ke Halaman Asli

Kopi Luwak, Jack Nicholson dan The Bucket List

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin malam saat saya sedang asik memperbaiki desain kemasan kopi Luwak Semerbak Coffee, kebetulan isteri saya sedang memutar ulang dvd lawas The Bucket List. Buat Anda yang belum menonton filmnya, resensi singkat film ini bisa dibaca di sini. Yang membuat saya tertarik ikutan nonton adalah saat isteri saya menunjukkan scene ketika Jack Nicholson (memerankan Edward Cole), memperlihatkan kepada Morgan Freeman (memerankan Carter Chambers) kemasan Kopi Luwak Sumatra lengkap dengan alat seduhnya yang sengaja dibawanya ke rumah sakit. Saking cintanya dia pada jenis kopi tersebut. Wah kok relate nih, saya pikir. Sepertinya ini sign bahwa saya harus nonton film ini. Laptop saya tutup dan saya fokus nonton film. Dari segi acting, dua aktor kawakan ini memang top banget. Ditambah dialog-dialog yang cerdas dan mengalir. Dari dua hal itu saja film ini sudah layak diacungi jempol. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari film ini untuk kehidupan dan juga bisnis kita: 1. Hadapi kenyataan dengan lapang dada Kedua tokoh ini digambarkan divonis hanya punya umur enam bulan, paling lama satu tahun jika beruntung, dikarenakan penyakit kanker yang mereka idap. Ada satu adegan saat Carter diberitahu oleh dokter tentang kondisinya. Dia langsung terdiam. Lalu berpandang-pandangan dengan Edward (yang lebih dulu diberitahu tentang kondisinya oleh dokter) tanpa berkata-kata. Cukup lama mereka berpandang-pandangan. Lalu Carter memecah kesunyian, “Mau main kartu?”. “Saya pikir Anda tidak akan pernah mengajak saya main kartu lagi”. Keduanya pun tersenyum. Kadang kita terlalu berkutat dengan masalah yang sedang kita hadapi. Kadang ketakutan kita akan masalah tersebut jauh lebih besar dari masalah itu sendiri. Jika memang masalahnya terlalu besar, dan kita sudah berusaha semampu kita, mungkin saatnya kita perlu ‘take a break’. Kita perlu ‘melupakan’ sejenak masalah-masalah kita. Dengan cara kita masing-masing. Mungkin yang terbaik dengan pasrah dan mengikhlaskan semua masalah kita kepada Yang Maha Kuasa. 2. Apa ‘bucket list’ Anda? Dalam film ini digambarkan Carter menulis pada secarik kertas daftar impian-impiannya yang belum terwujud. Dia menyebutnya The Bucket List. Saat saya aktif di bisnis MLM, saya diajarkan untuk selalu punya daftar impian atau goal. Dream list. Bahkan dream book, buku yang berisi tempelan gambar-gambar impian kita. Sampai sekarang saya masih terus menambah dream list saya. Apa ‘bucket list’ Anda? Apa dream list Anda? Kalau Anda belum punya. Tulislah sekarang. Hanya menulis. Tanpa beban impian itu besar atau kecil dan kapan impian itu harus terwujud. Bermimpi itu gratis. Jadi bermimpilah saja yang besar. Tapi suatu saat Anda akan takjub, keajaiban akan muncul mengantarkan impian-impian dalam list Anda menjadi kenyataan. Hidup saya sebagai entrepreneur saat ini adalah impian dalam list saya saat masih bekerja sebagai karyawan dulu (lengkapnya saya ceritakan di sini). 3. Hidup adalah untuk berbuat sesuatu. Bukan hanya untuk menunggu mati. Setelah divonis bahwa usianya mungkin hanya enam bulan lagi, maka Carter merobek dan meremas kertas berisi list tersebut, lalu membuangnya ke lantai. Tapi Edward memungutnya dan mengajak Carter untuk melakukan ide gila. Yaitu mewujudkan semua yang ada di list tersebut, di sisa hidup mereka yang hanya 6 bulan. Maka hampir sepanjang film ini diisi dengan misi mereka untuk menuntaskan bucket list tersebut. Skydiving, mengendarai Mustang di lintasan balap, bersafari di hutan Afrika, mengunjungi piramida di Mesir, berziarah ke Taj Mahal, dan lain-lain. Misi ini membuat hidup mereka jadi hidup kembali. Mereka tidak meratapi nasib dan penyakit mereka di ranjang rumah sakit. Mereka memilih untuk menikmati hidup yang tinggal sesaat itu, dengan mewujudkan impian-impian yang selama ini belum kesampaian. Saya pernah beberapa kali bertemu dengan orang yang saking kecewa dan frustasi dengan keadaannya, akhirnya mereka marah kepada kehidupan. Mereka tidak mau melakukan apa-apa. Mereka menjadi pengangguran dalam arti sebenarnya. Mereka hanya jadi beban orang-orang sekitarnya. Mereka sehat secara fisik, tapi mereka hidup menjadi parasit. Mereka sudah mati sebelum maut menghampiri. 4. Apakah Anda bahagia? Carter: You know, the ancient Egyptians had a beautiful belief about death. When their souls got to the entrance to heaven, the guards asked two questions. Their answers determined whether they were able to enter or not. ‘Have you found joy in your life?’ 'Has your life brought joy to others?’ Di salah satu adegan saat mereka sedang mengunjungi piramid di Mesir, Carter bercerita, suatu saat nanti ketika seorang Mesir mati, dia akan ditanyai dua pertanyaan yang akan menentukan dia diterima di surga atau tidak: - Apakah Anda merasa bahagia di dalam hidup? - Apakah hidup Anda membawa kebahagiaan bagi orang lain? Rasanya dua pertanyaan itu patut juga kita tanyakan kepada diri kita saat ini. Jika salah satu, atau kedua jawaban pertanyaan itu adalah ‘belum’, rasanya kita perlu berupaya. Agar saatnya nanti, kita bisa menjawab kedua pertanyaan tersebut dengan ‘ya’. Amien. . Depok, 22 September 2011 Muadzin F Jihad Owner Semerbak Coffee Twitter @muadzin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline