Ketika bulan lalu Semerbak Coffee, perusahaan kami, mengadakan outing team building dan family gathering di Puncak, kebetulan bertepatan dengan ulang tahun pertama anak ketiga kami, Axantara.
Kenangan saya langsung melambung ke masa-masa saat istri saya mengandungnya. Karena masa-masa itu bisa dibilang masa-masa yang sangat menantang bagi kami selama kami membina rumahtangga.
Ceritanya dimulai pada Februari 2009. Setelah ikut kelas sebuah pelatihan bisnis, keinginan untuk memiliki usaha makin menggebu. Ada dua franchise yang sudah terbukti bagus track record-nya yang saya incar. Hanya modal yang belum ada. Cari-cari informasi pinjaman usaha kecil ke bank-bank, ternyata persyaratannya sama. Punya agunan aset tak bergerak dan usaha sudah berjalan minimal 2 tahun. Rumah yang kami tempati masih dalam cicilan KPR, jelas tidak bisa dijadikan agunan. Tanah tidak punya. Belum lagi syarat kedua. Yang sudah pasti kami tidak memenuhi, orang ini baru mau mulai usaha kok :) Jadi jelas tidak mungkin dapat pinjaman usaha dari bank.
Pantas saja wirausaha di negeri ini jumlahnya sedikit, mau pinjam ke bank untuk modal usaha susah sekali.
Pilihan kedua, cari investor atau pemodal. Tidak ada yang minat, baru mulai mau buka usaha soalnya.
Nah di saat seperti itu saya dapat tawaran telpon dari salah satu bank asing yang menawarkan kredit tanpa agunan (KTA). Wah pucuk dicinta ulam tiba nih, saya pikir saat itu. Memang bunganya tinggi sekali, bisa sampai 20-30% per tahun saat itu. Cuma karena persyaratan yang mudah dan proses yang cepat, jadilah KTA ini pilihan saya untuk memodali usaha saya. Perhitungan di atas kertas, profit dari usaha yang akan saya jalankan, bisa menutup cicilan pinjaman KTA tersebut.
Jadilah saya mengambil KTA dari tawaran kartu kredit bank asing tersebut. Karena satu KTA tidak mencukupi untuk pemodalannya, saya apply ke beberapa bank asing penyelenggara KTA. Dan ternyata prosesnya di semua bank tersebut memang cepat. Bahkan tanpa konfirmasi, tiba-tiba uang pinjaman sudah ditransfer ke rekening kita. Tanpa kita bisa menolaknya!
Singkat kata, dengan modal pinjaman KTA tersebut, akhirnya saya berhasil membuka dua usaha franchise. Satu bidang kuliner, satu lagi laundry. Istri saya buka salon dua cabang. Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini
Ternyata kadang rencana di atas kertas beda sekali dengan keadaan di lapangan. Karena satu dan lain hal, semua bisnis kami terpaksa ditutup karena merugi. Hanya tersisa bisnis laundry dan Semerbak Coffee. Yang terakhir ini, yang awalnya hanya iseng dan kecil-kecilan ternyata berkembang di luar dugaan (cerita lengkapnya ada di sini).
Tentunya ini berdampak besar ke pembayaran cicilan KTA yang saya ambil. O iya, untuk informasi, KTA yang kami ambil total berasal dari lima bank asing, dengan jumlah total sekitar 300 juta rupiah. Jumlah itu untuk sebagian orang mungkin termasuk kecil untuk sebuah modal usaha. Tapi bagi kami yang baru terjun pertama kali dalam dunia bisnis, itu jumlah yang sangat besar.
Enam bulan pertama kami masih bisa bayar cicilan dari uang cadangan sisa KTA tersebut. Bulan-bulan berikutnya pembayarannya menjadi sangat berat. Menghabiskan sebagian gaji dan seluruh THR saya saat itu. Terpaksa dengan berat hati saya menjual beberapa alat fotografi kesayangan saya untuk menutupi pembayaran cicilan tersebut. Kepanikan mulai melanda. Kebuntuan di depan mata.