Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

"Sajadah Panjang" Cipali

Diperbarui: 15 Juli 2015   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Ibadah shalat umat Islam itu adalah disiplin yang sungguh ketat tapi sekaligus indah. Begitu penilaian obyektif saya, sebagai orang luar yang non-Muslim.

Shalat itu, dalam pandangan obyektif saya, mengandung nilai presisi yang amat kuat. Mulai dari presisi waktu, pengulangan lima kali dalam sehari pada waktu yang selalu sama, yakni Zuhur-Asar-Magrib-Isyak-Subuh. Sampai pada presisi kiblat, sikap tubuh, dan gerakan di saat wudhu dan menjalankan shalat.

Rangkaian gerak shalat itu, dari awal sampai akhir, dalam penglihatan saya adalah sebuah pentas tarian indah. Setiap detil gerak itu , yang dilakonkan dengan presisi dan disiplin ketat, sarat makna dan tujuan.

Semua umat Islam yang saya kenal, di lingkungan tinggal maupun kerja, selalu menjalankan ibadah shalat pada waktu yang persis sama dan dengan cara yang persis sama pula.

Karena itu, saya berkesimpulan, umat Islam adalah orang-orang yang paling berdisiplin dalam menjalani hidup. Dalam arti senantiasa mengedepankan nilai presisi dalam setiap tindakan. Secara laten, tanpa disadari, ibadah shalat telah menanamkan nilai presisi dalam diri setiap Muslim sejak usia dini.

Pengamalan nilai presisi itu, yang teramati sebagai tindakan berdisiplin, juga dituntut saat umat Muslim menjalankan ritual mudik untuk menyambut hari kemenangan, sebuah hari bernama Idul Fitri di ujung Ramadhan. Sebuah hari untuk “Buka Puasa Besar”, atau Lebaran, setalah sebulan berperang melawan hawa nafsu.

Terlebih jika saudara-saudara umat Muslim mudik dengan berkendara melalui ruas tol Cipali, yang terentang 116.75 km dari Cikopo hingga Palimanan, Jawa Barat, maka pengamalan nilai presisi atau disiplin itu perlu ekstra ketat.

Ruas tol Cipali memang terlihat lega, lurus, dan mulus. Tapi ruas itu tidak seaman yang mungkin dibayangkan. Ingat, sejak diresmikan Presiden Jokowi sebulan lalu (13 Juni 2015), ruas tol itu telah membukukan sedikitnya 56 kasus kecelakaan lalu lintas, dan merenggut 12 nyawa pelintas.

Dari hasil analisis terungkap bahwa faktor utama penyebab kecelakaan itu adalah human error. Itu berarti faktor disiplin rendah dalam berkendara. Atau pengesampingan pada nilai presisi dalam berkendara di ruas tol.

Nilai presisi yang dimaksud, pertama, berkenaan dengan syarat kondisi obyektif fisik dan psikis pengemudi. Obyektif harus sehat lahir dan bathin, serta dalam kondisi kebugaran prima.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline