Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Multum in Pauco: Menuju 75 Tahun Seminari Menengah Pematang Siantar

Diperbarui: 14 Oktober 2024   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung utama Seminari Menengah Christus Sacerdos, Pematang Siantar (Dokumentasi Pribadi)

"Hanya sekitar 20 persen siswa Seminari Menengah Christus Sacerdos (SMCS) Pematang Siantar yang terpilih menjadi imam Katolik dalam masa 1950-2024."

Multum in pauco, bermutu dalam sedikit. Peribahasa Latin ini bicara tentang manusia, secara spesifik tentang ketaklinearan antara mutu dan jumlahnya. 

Relevansinya dengan simpulan di atas begini. Jumlah imam atau pastor Katolik hasil semaian SMCS memang sedikit. Namun pada jumlah kecil pastor itulah mutu terbaik imam dihasilkan dan dibuktikan. 

Atau, dalam kata lain, jumlah kecil pastor itu merepresentasikan baku mutu tinggi pendidikan di SMCS. Banyak yang terpanggil tapi hanya sedikit yang terpilih.

Saya suka mengutip perumpamaan "unta masuk lubang jarum" untuk melukiskan kadar kesukaran prosesnya. Sedemikian sukarnya, baik substansi maupun durasi pendidikan, sehingga hanya seminaris yang benar-benar terpilih bisa menerima Sakramen Imamat, ditahbiskan menjadi imam.

Karena itu bisa dikatakan eksistensi imam atau pastor dalam Gereja Katolik adalah representasi mutu unggul manusia Katolik, baik secara spiritual maupun sosial dan intelektual.

Begitulah, menjelang 75 tahun usianya SMCS baru menghasilkan 1,335 orang pastor. Jumlah ini hanya 20.48 persen dari total seminaris yang pernah atau sedang belajar di sekolah itu (6,520 orang) sampai 2024. Mayoritas atau 62.01 persen seminaris keluar menjadi umat awam. Selebihnya 17.52 persen kini sedang menjalani pendidikan -- semoga menjadi pastor semua. [1]

Dikelola oleh Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFM Cap.), Keuskupan Agung Medan (KAM), sebagian besar (46%) pastor hasil semaian SMCS bergabung ke ordo tersebut. Sebagian cukup besar (32%) lainnya menjadi imam Projo, tanpa ordo. Selebihnya (22%) menyebar ke berbagai ordo lain yang ada di Indonesia.

Sebegitu lama berkiprah, SMCS tetap setia berpegang pada prinsip multum in pauco sebagai nilai unggul praksis pendidikan. Itu pasti bukan kesetiaan yang mudah. Terlebih di tengah godaan komersialisasi pendidikan yang menganut prinsip "murid adalah sumber uang". 

Gedung Seminari Menengah Vikariat Apostolik Medan awal 1950-an, kini Seminari Menengah Maria Nirmala, Keuskupan Padang (keuskupanpadang.org)

Dari Padang ke Siantar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline