Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Paus Fransiskus, Nasi Goreng, dan Fratelli Tutti

Diperbarui: 19 September 2024   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi goreng yang disajikan kru Garuda Indonesia untuk Paus Fransiskus dalam penerbangan Jakarta - Port Moresby (Kompas/Josie Susilo)

"Kita tidak lagi peka terhadap segala jenis buangan, mulai dari buangan makanan, yang termasuk di antara yang paling patut dicela.” - Butir 18 Ensiklik Fratelli Tutti, 3 Oktober 2020

Dalam penerbangan dengan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Port Moresby, Papua Nugini pada Jumat 6 September 2024, Paus Fransiskus memilih hanya nasi goreng sebagai menu makan siang, berlaku sama untuk semua penumpang.

"Paus tidak mau ada sisa," kata Irfan Setiaputra, Dirut Garuda yang awalnya menawarkan tiga jenis menu.

Jalan pikiran Paus sangat sederhana, mudah dipahami warga dari semua lapisan. Jika pihak Garuda menyiapkan tiga jenis menu, maka makanan pasti akan tersisa, sebab setiap penumpang hanya akan memilih satu jenis menu. Tapi karena Bapa Suci sudah menetapkan satu jenis menu untuk semua, maka jumlah porsi makanan praktis mengikuti jumlah penumpang. 

Pilihan Paus Fransiskus pada menu nasi goreng itu -- salah satu makanan terenak di dunia versi CNN (2023) -- jelas bukan semata soal selera. Pada saat yang sama pilihan itu juga dituntun oleh nilai persaudaraan dan belarasa.

Faktual di sudut-sudut berbagai negeri tak sedikit warga yang menderita kurang makan atau bahkan kelaparan . Karena itu tindakan membuang makanan sisa mencerminkan matinya persaudaran dan belarasa. 

***

Makanan yang terbuang adalah salah satu masalah besar dunia masa kini. Data FAO (2023) memberi gambaran yang mengerikan. Dilaporkan 1.3 juta ton atau sepertiga dari total makanan di dunia ini menjadi limbah. Nilai ekonominya mencapai USD 1.0 triliun. 

Jumlah spektakuler makanan yang terbuang itu bersumber pada semua jenis pangan. Mulai dari buah dan sayuran (45% terbuang), ikan dan makanan laut (35%), biji-bijian (30%), produk susu (20%), dan daging/unggas (20%).

Dalam pandangan Gereja Katolik, makanan terbuang itu terjadi sebagai akibat dari berkembangnya "budaya membuang" dalam masyarakat modern dewasa ini. Ikhwal "budaya membuang" ini secara khusus telah diingatkan Paus Fransiskus dalam butir 22 Ensiklik Laudato Si (24 Mei 2015).

Tuntunannya bisa juga dilihat dalam Injil. Ketika Yesus memberi makan 5,000 orang laki-laki (ditambah perempuan dan anak-anak) lewat mukjizat penggandaan lima potong roti dan dua ekor ikan, Dia menyuruh kumpulkan makanan yang tersisa. Banyaknya 12 bakul yang tak boleh terbuang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline