Pada Bagian 1 tulisan ini saya sudah sampaikan dua gagasan wisata baru, dalam arti memberi kebaruan atau nilai baru, untuk wilayah Kabupaten Samosir, Kaldera Toba.
Pertama, wisata serendepitas Sidihoni. Wisata ini digagas untuk menawarkan kedamaian dan keheningan tempat itu sebagai inti pengalaman wisata.
Kedua, wisata pelestarian in situ ihan Batak Bonandolok. Wisata ini digagas untuk menawarkan pelestarian ihan, ikan adat Batak yang sudah nyaris punah, di habitat aslinya yaitu Sungai Sitapigagan sebagai obyek wisata.
Perhatikan bahwa kedua gagasan wisata itu membawa implikasi pelestarian lingkungan alam. Wisata Serenitas Sidihoni berimplikasi pelestarian Danau Sidihoni dan perbukitan padang sabana yang mengitarinya Sementara Wisata Ihan Batak Bonandolok berimplikasi pelestarian Daerah Aliran Sungai Sitapigagan dari hilir sampai hulunya.
Melanjutkan tulisan terdahulu, pada bagian ini saya hendak membagikan dua lagi gagasan wisata baru untuk Samosir.
Poros Pagarbatu - Aek Natonang
Berdasar geografi genealogis, Pulau Samosir itu sebenarnya terpotong dua, bagian utara dan selatan. Dua bagian itu dipisahkan oleh sebuah garis batas imajiner yang terentang dari sekitar pantai Simbolon di barat sampai pantai Tuktuk di timur.
Dua bagian itu dihuni dua belahan masyarakat Batak Toba. Bagian utara, wilayah Sumba, didiami keturunan Raja Isumbaon. Sedangkan bagian selatan, wilayah Lontung, didiami keturunan Raja Lontung, cucu Raja Tateabulan.
Dalam hal pariwisata, Samosir utara ternyata lebih maju dibanding selatan. Di utara kini ada misalnya Waterfront City Pangururan, Pantai Parbaba, Pantai Batuhoda, Kampung Ulos Hutaraja, Kampung Adat Siallagan, Danau Sidihoni, dan Makam Raja-raja Sidabutar di Tomok.
Sebaliknya di Samosir selatan. Sejauh ini baru ada tiga yang terdeteksi: Danau Aek Natonang, Ekowisata Silimalombu, dan Situs Pagarbatu. Tapi ketiganya tak sepopuler obyek-obyek wisata di Samosir utara. Tingkat kunjungan ke sana masih rendah.