Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Siri Na Pacce di Balik Kapak Algojo dan Perawan Vestal

Diperbarui: 10 Juli 2024   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampul depan novel "Kapak Algojo dan Perawan Vestal" (Dokpri)

"Pada malam euforia keruntuhan Tembok Berlin, di sebuah kamar di sudut kota itu, seorang lelaki mengayunkan bilah kapak algojo menebas leher seorang lelaki perampas kehormatan perawan vestal. Dua lelaki itu adalah sahabat yang dipisahkan siri na pacce sejak masa mudanya di Tanah Turatea, Jeneponto  Sulawesi Selatan."

Adegan mengerikan dalam novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal (KAPV) itu menjadi titik tengah dalam sebuah perjalanan  siri na pacce,  nyawa untuk kehormatan, sejak dari Jeneponto sampai ke  Berlin lalu kembali ke Jeneponto.  

Siri na pacce, rasa malu yang pahit, adalah harga diri ternistakan yang harus ditebus dengan nyawa penista.  Nilai budaya Makasar/Bugis ini tidak pudar ditelan ruang dan waktu.  Tetap hidup melintasi luasnya ruang dan panjangnya waktu sejak dari Jeneponto sampai ke Berlin dan Paris.

Craen Mark, Segara, dan Flora adalah generasi yang saling beda. Mark adalah penetak kapak algojo ke leher mantan teman baiknya, ayah Segara; Flora adalah anak gadis Mark satu-satunya; Segara dan Flora menjadi dua sejoli yang dibakar cinta berbalut benci.

Akar siri na pacce itu adalah pertarungan hidup mati antara ayah Mark dan kakek Segara di masa lalu.  Ayah Mark tewas. Hati Mark terbakar. Dendamnya semakin berkobar karena kalah dalam memperebutkan cinta seorang gadis Turatea, kelak menjadi ibu Segara. 

Puncak kemarahan, sekaligus kehinaan, Mark terjadi ketika kehormatan "perawan vestal" bentukan dan pingitannya jatuh kepada ayah Segara. Itu adalah titik tiada berampun lagi.

Perawan vestal dalam tradisi Roma Kuno adalah gadis perawan penjaga nyala api Dewi Vesta, api pelindung Roma dari marabahaya. Perawan vestal dipingit sejak usia 6-7 tahun dan wajib menjadi pendeta perempuan yang hidup murni, selibat, dalam waktu 30 tahun kemudian.  Jika dia melanggar kaul hidup murni tanpa sentuhan lelaki sebelum 30 tahun, maka nyawanya menjadi taruhan.

Bagi Mark, tidak ada penghinaan yang lebih besar dari kehilangan "perawan vestal" pingitannya, sosok bentukan yang menjadi obsesi cintanya. Tidak ada pula harga lain yang harus dibayar ayah Segara, kecuali harus kehilangan nyawanya.  Itulah alasan sebilah kapak algojo menetak batang lehernya.

Harusnya semua selesai sampai di situ.  Tapi Mark adalah tipe manusia yang suka memperpanjang jalan siri na pacce.  Dia menabur benih siri dengan cara membiarkan Segara menjadi saksi mata tebasan kapak algojo pada leher ayahnya. Benih siri na pacce itu tumbuh pada diri Segara lalu, setelah cukup umur, dia mencari Mark di Eropa untuk menuntaskannya.

Maka kisah dalam novel ini sejatinya adalah perjalanan siri na pacce, pemulihan kehormatan atau martabat diri dan keluarga Segara. Itu sebuah perjalanan yang disertai kelebatan pedang dan desing pelor, lalu darah yang menetes atau muncrat, dan tentu saja nyawa-nyawa melayang.  Khususnya nyawa para pembunuh bayaran yang mendewakan uang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline