"Mie gomak adalah mie Batak. Titik!"
Jangan merendahkan jenama unik "mie gomak" Batak, dengan cara meminjam jenama "spageti" (spaghetti) Italia yang telah mendunia itu.
Menyebut "mie gomak" sebagai "spageti Batak" sama dengan merendahkan nilai kuliner khas budaya Batak itu. Atau hal itu mencerminkan inferioritas budaya Batak terhadap budaya Barat, khususnya Italia dalam kasus tersebut.
Tak terbatas pada soal kasus mie gomak tapi juga merambah ke sejumlah relung ekologi budaya Kaldera Toba. Semisal kota Parapat disebut "Monako Sumatra", lembah dan pantai Meat Balige disebut "New Zealand Toba", dan alam Tao Sidihoni disebut "Swiss Samosir".
Silahkan tempelkan semua jenama wisata kelas dunia pada semua obyek atau destinasi wisata di Kaldera Toba, kupastikan itu tak akan pernah membuat Kaldera Toba menjadi destinasi wisata kelas dunia.
Begitupun dengan mie gomak. Selamanya dia akan terpuruk di bawah spageti Italia, tak pernah bisa naik mendunia, selama jenama pasta bule itu dilekat-lekatkan padanya. Orang bule sendiri mungkin tertawa geli, sebab rasa mie gomak itu gak ada spageti-spagetinya.
Jika mie gomak Batak harus mendunia, suatu saat, biarlah dia mendunia dengan jenama "mie gomak". Lalu dunia akan tahu, bahwa bila seseorang ingin menikmatinya, maka dia harus pergi ke Kaldera Toba.
Di sana, di pasar-pasar atau kota-kota kecil di Pulau Samosir atau di garis-luar pantai Danau Toba, di ajang ekologi manusia aslinya, dia boleh menikmati kelezatan mie gomak yang tiada duanya.
Sambil menyesap kenikmatan mie gomak itu, sekalian dia boleh mendengar kisah kuliner asli Batak itu dari penjualnya yang tak pelit bercerita.