Aku teringat suatu adegan dalam kisah Sipisosomalim yang dipanggungkan kelompok Opera Batak tahun 1960-an. Sipisoaomalim, raja sebuah kampung di Uluan Toba, terbaring sakit. Telah berhari-hari dia seperti itu. Seorang dukun kemudian memeriksa penyakitnya.
Kata dukun itu, "Raja kita tarhirim. Ingin makan sesuatu tapi lupa mengatakan. Itulah ihan Batak sepanjang telapak tangan."
Tarhirim, suatu terminologi kesehatan Batak, adalah kondisi sakit fisik karena gagal memenuhi keinginan tertentu, lazimnya soal makanan. Gejalanya macam-macam, spesifik individu. Bisa lemah fisik, bengkak tenggorokan, bengkak di area mata, dan lain-lain. Upaya pengobatan ke dokter tidak akan menyembuhkan. Hanya penggenapan faktor penyebab tarhirim yang bisa membuatnya sembuh.
Begitulah, setelah Raja Sipisosomalim diberi makan ihan Batak natinombur -- resep ikan bakar dengan bumbu sambal andaliman -- penyakitnya langsung sirna. Dia otomatis sehat walafiat lagi.
Apakah khasiat ihan Batak itu faktual atau hanya efek plasebo? Entahlah. Tapi umumnya orang Batak yakin ihan punya khasiat penyembuhan penyakit lahir-batin.
Aku pernah mengalaminya waktu kanak-kanak tahun 1960-an di Panatapan (pseudonim), Uluan. Setelah demam selama beberapa hari, pada hari Sabtu aku dibawa nenekku berobat ke mantri kesehatan di Onan Tigaraja, Parapat. Sekalian nenekku membeli seekor ihan seukuran telapak tangan. Pulang dari Tigaraja, ihan dibakar bumbu tombur, jadi lauk makan siangku. Sore harinya demamku hilang.
Pikiran kanak-kanakku mengatakan, aku sembuh berkat makan tombur ihan. Itu kemudian menjadi keyakinanku.
Keyakinan yang membuatku menertawakan diri, ketika kemudian mencoba meyakinkan guruku Prof. Sajogyo -- Sosiolog Pedesaan IPB, Bapak Garis Kemiskinan Indonesia -- bahwa ihan itu berkhasiat dan paling enak dari segala jenis ikan.
Pada suatu hari tahun 1992, saya mengundang Prof. Sajogyo dan Prof. Pudjiwati Sajogyo, istrinya, makan siang di rumah orangtuaku di Panatapan. Waktu itu kami sedang riset desentralisasi pemerintahan di Tapanuli Utara. Kepada beliau berdua, aku minta ibuku menyajikan ihan bakar dengan bumbu tombur.
"Kusus ikan bakarnya, benar-benar sangat istimewa," puji Prof. Sajogyo seusai makan, sambil mengacungkan dua jempol tangan.