"Bias wisata dalam pengembangan potensi Kaldera Toba harus dikoreksi dengan paradigma ekologi manusia."[Felix Tani]
Kaldera Toba adalah bangunan sains yang kompleks. Darinya baru secuil yang terungkap. Mungkin, bisa ditamsilkan, baru sebatas puncak menara gereja.
Tamsil menara gereja itu aku pikir cocoklah. Puncak menara gereja itu bagian terindah. Dialah yang tampak jelas dari jauh. Mengundang umat untuk datang beribadah ke situ.
Begitupun Kaldera Toba. Yang sudah terungkap dan tersiarkan ke dunia barulah puncak "menara" dari "gereja" sains Kaldera Toba. Bahwa Kaldera Toba itu adalah danau vulkanik terluas di dunia, hasil erupsi Gunung Toba pada 74,000 tahun lalu, terdahsyat sepanjang sejarah bumi. Dia juga danau terindah sejagad, hasil evolusi geologi, biologi, dan sosial-budaya Batak yang unik selama puluhan ribu tahun.
Puncak "menara" itu kemudian diangkat menjadi nilai jual Kaldera Toba. Dia dikemas sebagai Destinasi Wisata Super Prioritas (DWSP) dan dipoles supaya mengkilap. Lalu ditawarkan ke pasar domestik dan global sebagai produk wisata kelas dunia.
Dua organisasi non-kedinasan kemudian dibentuk untuk mengembangkan potensi wisata Kaldera Toba itu.
Pertama, Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT). Badan ini dibentuk tahun 2014 dengan status "geopark nasional" dan naik kelas tahun 2020 menjadi "geopark global UNESCO".
Sejatinya, sasaran BPGKT itu adalah konservasi lingkungan, pendidikan kebumian, dan pemberdayaan sosionomi lokal yang berkelanjutan.
Tapi jika dibaca Master Plan GKT, maka sasarannya adalah pengembangan geowisata Kaldera Toba di 16 geosite. Sedangkan konservasi, pendidikan, dan pemberdayaan disubordinasikan sebagai pendukung geowisata.
Kedua, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), dibentuk tahun 2016 dengan status Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Parekraf.