"Orang Batak itu adalah manusia kaldera." -Felix Tani
Pangkal "kartu kuning" UNESCO untuk Geopark Kaldera Toba (GKT) adalah kegagalan organisasi dan ketiadaan rencana kerja definitif.
Tentang kegagalan organisasi, dalam hal ini Badan Pengelola GKT (BP-GKT) sudah saya ulas sebelum ini. (Lihat: "Agar Geopark Kaldera Toba Tak Kena Kartu Merah", Kompasiana.com, o2/11/2023).
Inti masalahnya, kinerja BP-GKT jauh dari optimal. Sebabnya organisasi itu tak otonom dan tak kapabel. Lantas personalianya juga kurang kompeten dan tak profesional.
Solusinya, ya, reorganisasi.
Lalu, soal ketiadaan rencana kerja definitif BP-GKT. Hal itu baru saya ketahui setelah mempelajari GKT lebih dalam. Itu sangat fatal. Mustahil bisa bekerja efisien dan efektif.
Jelas sudah masalahnya. Di satu sisi organisasi mandul, di sisi lain rencana program kerja nihil. Jadi, ya, begitulah. Tak ada aksi pengembangan GKT yang signifikan sepanjang tahun 2020-2023.
Karena itu, setelah mengusulkan reorganisasi BP-GKT, di sini saya hendak mengusulkan pula suatu paradigma, landasan pikir penyusunan rencana program kerja BP-GKT ke depan.
Kenapa paradigma? Karena itulah yang "hilang" dari pembangunan Geopark Kaldera Toba selama ini.