Semula Engkong Felix berniat mengadukan kasus sogok ini ke KPK lewat Mas Herie Purwanto, kompasianer spesialis korupsi itu.
Tapi niat itu diurungkan. Sebab ini kasus gratifikasi takbenda skala cemen yang pembuktiannya bakal berketiak-ular.
Kasihan KPK kalau harus mengurusi perkara gak jelas macam ini. Terlebih Ketua KPK sedang lieur diperiksa Bareskrim atas dugaan pemerasan. Empati sedikit, bolehlah.
Tahu kompasianer D. Wibhyanto, kan? Dia kompasianer lawas (2012) yang reborn (2021) spesialis artikel perincian. Maksudnya artikel yang memberi rincian batasan, masalah, dan solusi satu per satu.
Itu khas artikel dari penulis yang ketat memegang prinsip evil in detail. Celaka bila tak rinci. Pasti karena dia pekerja televisi. Kan repot kalau harus balik ke dalam hutan Papua karena, misalnya, lupa ngesyut seruas jalan tikus yang menjadi jalur pelarian KKB. Atau mau tayang video bulan madu artis, eh, tertayang liputan beruang madu.
Orang seperti Mas Wibhy itu cocoknya jadi instruktur senam untuk kumpulan mahmud, mamah-mamah muda. Detil dalam gerak dan lantang teriak "Satu! Dua! Tiga! Empat!" Sambil lompat-lompat pencilatan di depan para mahmud.
Mas Wibhy itulah yang telah menyogok Engkong Felix untuk sudi membullynya. Sogokannya berupa tiga artikel -- dua cerpen satu esai -- yang mencatut nama Engkong Felix secara tak layak dan tak sepantasnya. Saya sudah simpan tiga artikel itu sebagai barang bukti manakala diperlukan. Jadi gak bisa ditunjukkan di sini.
Mens rea (niatan) dari actus reus (tindakan) sogok itu sudah jelas. Mas Wibhy berniat memancing emosi Engkong Felix, sehingga Engkong panas hati lalu membalas dengan artikel yang membull Mas Wibhy.
But, no way. Engkong Felix tak akan terpancing. Karena dua alasan.
Pertama, engkong hanya membully kompasianer yang menulis artikel bermutu tinggi. Sebab kalau arikelnya jelek, nanti jatuhnya ke kasus penistaan. Udah tau jelek, kok ya dibully.