Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Rocky Gerung, Bajingan Tolol, dan Etika Komunikasi Politik

Diperbarui: 6 Agustus 2023   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rocky Gerung (Foto: Instagram/Rocky Gerung via populis.id) 

Seorang oposan mengutus diri sendiri menjadi nabi bagi kawanan yang dipersalahkannya.

Karena itu seorang oposan selalu benar. Sebab dia selalu melihat atau menempatkan lawannya pada posisi salah. Istilah halusnya "posisi berlawanan".

Kamu salah maka aku benar. Begitulah kredo oposisi. Itu terdengar semacam sesat pikir sirkular, sebenarnya. Tapi sudahlah. Kalau kredonya tak macam itu, oposan pasti mati gaya, bukan?

Itu sebabnya di negeri ini ada anekdot politik yang sesat pikir juga. Katanya, "Kalau PKS menyalahkan kebijakan pemerintah, berarti kebijakan itu benar." Konon PKS mengklaim diri partai oposisi.

Selain institusi partai, di negeri ini ada juga sejumlah individu oposan. Mereka selalu berbicara hanya tentang kesalahan pemerintah, seolah pemerintah selalu salah dan tak pernah benar. 

Salah seorang yang paling sohor di antara mereka adalah Rocky Gerung.  Baru-baru ini Rocky mendapat sorotan luas karena mengatai Jokowi sebagai "... bajingan yang tolol". Ujaran itu memicu kemarahan pendukung Presiden Jokowi. Rocky dilaporkan ke polisi atas dugaan penghinaan terhadap presiden. 

Menarik untuk mengupas ujaran "bajingan (yang) bodoh" itu. Tapi sebelum ke situ, perlu tahu dulu siapa itu Rocky. [1]

***

Rocky Gerung (64) dikenal sebagai filsuf, akademisi, dan intelektual publik Indonesia. Lulus sebagai sarjana filsafat dari UI, dia sempat menjadi pengajar Filsafat Politik dan Metode Penellitian Filsafat di almamaternya itu sampai 2015. Kendati hanya lulus S1, dia juga mengajar di kelas pascasarjana Filsafat UI.  Suatu bukti bahwa dia memiliki kompetensi Ilmu Filsafat setara S3. 

Rocky lebih banyak belajar filsafat, khususnya filsafat politik, lewat diskursus di luar ruang kuliah formal. Dia berdiskusi dengan tokoh-tokoh cendikiawan cum aktivis nasional seperti Marsillam Simanjuntak, Hariman Siregar, Abdurrahman Wahid, Azyumardi Azra, Syahrir, Kartini Syahrir, Arief Budiman, Salim Said, dan Rahman Tolleng. Itu untuk menyebut beberapa saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline