"Hari ini negara sekarang bilang 'anda diam saja, kami aja yang kerjakan semuanya. Anda bayar pajak, anda nyoblos pemilu, tapi enggak harus terlibat'." -Anies Baswedan, 2023
Itu kritik Anies Baswedan terhadap sistem dan praktek pendidikan nasional kita sekarang ini. Kritik itu disampaikan dalam acara BelajaRaya di Pos Bloc, Jakarta Pusat pasa Sabtu 29 Juli lalu. [1]
Kata Anies, pendidikan kerap dilihat sebagai program yang menjadi wilayah pemerintah saja. Tidak melibatkan organisasi masyarakat sipil bidang pendidikan yang punya banyak inovasi dan terobosan.
Harusnya, menurut Anies, pendidikan bukan sekadar program pemerintah, tapi harus menjadi gerakan sosial. Maksudnya mungkin semacam gerakan Indonesia Mengajar yang pernah diinisiasinya dulu.
Tapi tepatkah kritik Anies Baswedan itu? Saya akan coba bahas di bawah ini. Ringkas saja.
***
Kritik Anies itu untuk sebagian mungkin buah pikirannya sendiri, merujuk pengalamannya sebagai mantan Mendikbud separuh periode. Untuk sebagian lagi mungkin masukan dari pengritik "garis keras" Mendikbudristek yang berada di belakangnya. Tak perlulah sebut nama di sini.
Ada dua pokok pikiran yang bertalian dalam kritik Anies itu. Pertama, pendidikan kita dimonopoli pemerintah atau tidak berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dan, karena itu, kedua, pendidikan kita belum menjadi gerakan sosial.
Benarkah begitu?
Barangkali kritik itu benar kalau bicara tentang praktek pendidikan nasional sebelum masa Mendikbudristek Nadiem Makarim. Katakanlah semasa Muhadjir (2016-2019) yang berbagi periode dengan Anies (2014-2016) sendiri.