Benarkah Anies Baswedan dan Koalisi Perubahan sungguh pro-perubahan? Ada indikasi sebaliknya justru anti-perubahan.
Anies Baswedan, bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan (selanjutnya Koalisi Perubahan), kemana-mana kini getol mengusung dan menjual isu "perubahan".
Dia dan kubu pendukungnya dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS telah menetapkan dan menawarkan "perubahan" sebagai inti visi, misi, strategi, kebijakan, dan program pembangunan nasional.
Isu "perubahan" (change) itu diangkat sebagai faktor pembeda dengan kubu bacapres pro-Jokowi yang mengusung tema "keberlanjutan" (continuity). Dengan kata lain menegaskan posisi Anies sebagai bacapres "antitesis Jokowi" dalam Pilpres 2024.
Hal itu mengingatkan pada pola kontestasi Pilgub DKI 2017. Waktu itu Anies-Sandiaga tampil dengan gagasan "Jakarta Baru", kata lain untuk "perubahan Jakarta".
Maksud Anies, dia tidak akan melanjutkan kebijakan dan program pembangunan yang telah digagas dan dijalankan Jokowi-Ahok/ Ahok-Jarot. Dengan kata lain dia menampilkan diri sebagai "antitesis Jokowi/Ahok".
Pesan inti dalam pemasaran bacapres Anies oleh Koalisi Perubahan kini adalah "kisah sukses Anies di Jakarta". Klaim sukses "perubahan Jakarta" hendak direplikasi, tepatnya upscaling, ke aras nasional.
Karena itu Anies kerap berujar, kalau mau lihat apa itu "perubahan", dan apa yang akan dilakukannya jika menjadi Presiden RI, lihatlah rekam jejaknya di Jakarta.
Pertanyaannya, benarkah Anies Baswedan seorang bacapres pro-perubahan dan sedang mempromosikan perubahan? Saya akan coba jawab baik dari sisi idiologi, konsep (teori) maupun sisi empirik, dengan merujuk fakta rekam jejaknya di Jakarta.
***