Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Di Kota Lama Doaku Tersangkut di Reranting Trembesi

Diperbarui: 26 Juni 2023   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kubah dan menara kembar Gereja Blenduk di balik tajuk trembesi menjelang matahari terbenam di Kota Lama Semarang (Dokpri)

Di Kota Lama Semarang pada satu sore yang cerah tapi gerah.

Aku berdiri di depan pintu gerbang Gereja Blenduk tinggalan kolonial. Ingin kupanjatkan sebait doa di bawah cungkupnya. Hendak memohon gerimis turun kepada Tuhan. Sebab udara kota teramat gerah.

Tapi gerbang besi gereja tua itu tergembok kaku. Pun pintu masuknya terkunci rapat. Gereja itu rupanya tak sudi dicemari doa picisan seorang umat kelana. Dia menutup diri, angkuh. Seangkuh kolonialisme tempo dulu.

Gerbang besi dan pintu kayu Gereja Blenduk Kota Lama Semarang (Dokpri)

Ingin aku menjadi hantu. Menembusi tembok tebal gereja. Lalu bersimpuh merendah di depan altar-Mu.

Tapi aku tetaplah manusia, kembara dina dunia fana.

Sebab itu kulangkahkan kaki ke Taman Srigunting di samping gereja. Duduk pada bangku di bawah rimbunan tajuk pohon trembesi tua yang teduh. Trembesi yang lebih ramah tinimbang gereja tua.

Di bawah naungan trembesi, khusuk kupanjatkan sebait doa kepada Tuhan, mohon gerimis di sore yang gerah. Tapi hingga mentari menjelang hempas ke peraduan, gerimis tak kunjung datang jua. Udara kota tetap gerah.

Kurasa bukan karena Tuhan sedang menghukum Kota Lama pada sore itu. Tapi karena aku telah salah hitung. Reranting trembesi tua itu teramat sarat. Kulihat sebait doaku merana tersangkut di sana. (eFTe)

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline