Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Kutunggu Jandamu

Diperbarui: 12 Juni 2023   13:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Frasa "Kutunggu Jandamu" di pantat truk (Foto: Yoyok Sunaryo via sarklewer.com/Eddy J. Soetopo)

Peringatan. Baca sampai selesai. Kamu akan menemukan hal yang jauh lebih penting dibanding apa yang kamu bayangkan saat membaca judul dan memelototi foto ilustrasi artikel ini.

Senin, pagi-pagi, sudah ngomongin soal menunggu janda. Ada apa denganmu? Bukan denganku, ya. Aku sih, jelas. Cuma nulis artikel. Bukan menunggu janda.

Tapi lupakan soalan itu. Sebab bisa bikin Ayah Tuah jadi nganu

Frasa "Kutunggu Jandamu" itu dengan mudah bisa dibaca di pantat-pantat truk-truk yang hilir-mudik di jalur Pantura Jawa. Gak percaya? Silahkan pelototi pantat-pantat yang siliweran di sana.

Bertahun-tahun dulu bolak-balik tiap hari Jakarta-Subang, entah sudah berapa puluh kali aku baca frasa itu. Sampai-sampai aku berpikir halusinatif, "Emangnya gue nunggu janda, ya?" Beuh, sakit jiwa Level 1 itu!

Aku pikir frasa itu dituliskan seorang supir truk yang gagal move on dari patah hatinya ditinggal nikah oleh gadis pujaannya. Yah, salah sendiri sebenarnya, sih. Kenapa pula itu gadis dipuja. Macam berhala saja. Mestinya kan dinikahi, ya.

Tapi aku tak hendak membahas soal gagal move on di sini.  Itu urusan para Psikompasiana (Psikolog Kompasiana). Semisal Ayu Diahastuti, Qanita Zulkarnain, dan Acek Rudy. Acek Rudy? Ah, anggap saja begitu, biar dia senang.

Para psikompasiana itu misalnya bisa saja menjelaskan mengapa cinta Guido Arisso, kompasianer Pacar Manggarai, tak kunjung move on dari hantuwati cantik kakartana. Sampai dia kehilangan nafsu nulis lalu ghosting dari Kompasiana? Mungkin dipikirnya kalau ghosting (menghantu) dia bisa ketemu nona kakartana.  

Bagi kamu yang belum tahu, kakartana itu nona hantuwati cantik berkulit putih bening berambut hitam panjang yang suka mandi telanjang di telaga saat hujan rintik-rintik; dia adalah durjani penghisap keperjakaan lelaki muda polos yang tersesat di hutan-hutan Manggarai.  

Tapi aku tak hendak membahas soalan itu lebih jauh. Sekali lagi itu urusan para Psikompasiana, bukan?  Mereka sangat tahu tentang hal-hal yang tak kita ketahui tentang diri kita. Hanya dengan cara menanyai kita rentang hal-hal yang kita ketahui.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline