Aku paling benci dengan kata "ganjen". Terlebih jika kata itu dilekatkan pada sesosok mahluk. Entah dia manusia atau hewan.
Apa gunanya ganjen, coba. Cuma bikin sebal saja. Sekurangnya untukku. Entah kalau untuk Acek Rudy dan Ayah Tuah, ya. Mereka cara pikirnya rada anu, gitu.
Tapi lupakanlah itu. Lagian ini bukan soal manusia. Ini soal seekor tikus.
Harus kumaklumatkan, sejak balita aku gak pernah mencintai tikus. Bagiku tikus-tikus itu cuma hama tanaman, maling, sumber penyakit, dan sumber bau.
Tapi aku masih bisa rada mentolerir hak asasi hewan pengerat bermoncong runcing itu. Kalau dia cuma bermain-main di luar rumah, ya, sudahlah. Beri dia kesempatan hidup.
Tapi kalau mereka gak tahu diri, kubikin hajap jugalah. Misalnya merusak tanaman atau berak sembarang tempat. Racun dan atau perangkap pasti bertindak. Vonisnya: Mati!
Yang totally tak bisa kutolerir adalah invasi tikus ke dalam rumah. Itu namanya Rattus rattus menginjak-injak kedaulatan dan hak asasi Homo sapiens gangsapiers.
Bagi orang Batak, hukumnya sangaat gamblang. Hu sanggar ma amporik, hu lombang ma satua. Terhemahan bebasnya, "Pipit punya sarang, tikus punya lubang." Gak adalah itu hukumnya tikus masuk rumah manusia.
Whatever, aku harus melawan!
Begini gelar perkaranya.