Sebuah kota yang pernah kau diami atau singgahi mesti punya sebuah titik kenangan dalam ingatanmu.
Semisal titik itu adalah sebuah gang sempit, mungkin itu dulu tempatmu memadu kasih dengan si dia yang telah mencampakkanmu begitu saja.
Pahit, kenanganmu pahit benar. Tapi itu tadi cuma pemisalan, kan?
***
Senin, 15 Mei 2022 di Kebalen, Surakarta.
Hari masih pagi, bahkan terlalu pagi. Baskara belum muncul dari peraduannya di balik Gunung Lawu. Tepi langit di timur Surakarta baru semburatkan rona jingga lembut malu-malu.
Aku melangkah dari rumah di tengah gang kecil itu. Menyusur gang lurus ke utara, ke Jalan Wentar yang melintang dari Jalan Arifin di timur ke Jalan Kusumoyudan di barat.
Tanah pemukiman di gang ini adalah bagian dari sejarah Kraton Surakarta. Walau mungkin tak penting-penting amat.
Cikal-bakal pemukiman itu adalah seorang pemuda desa dari Wonogiri. Dulu, untuk perbaikan nasib, dia datang ke halaman depan kraton kasunanan Surakarta. Lalu dia laku pepe, duduk diam berjemur, di situ. Seorang pangeran menemuinya dan, kemudian, menjadikannya abdi dalem.