Poltak meradang.
(Maksudnya naik darah, bukan kena radang. Yah, begitulah dia. Orang lain sudah naik pesawat, dia cuma bisa naik darah.)
Istri tunggalnya, Berta, melapor bahwa anak gadis mereka Tiur baru saja dimarahi seorang ibu tua di gereja di sebuah kota di Jawa Tengah.
Poltak memang mendorong Tiur untuk merantau sejauh kemampuan ongkos. Prinsipnya kuliah itu mesti merantau. Jadi bisa dapat dua ilmu sekaligus. Ilmu-pengetahuan dari kuliah; ilmu-hidup dari merantau.
Sebab tak guna juga kamu kuliah tapi cuma rebahan di rumah saja. Apalagi kalau kerjanya cuma baca Kompasiana.
Bakalan apa, coba. Kompasiana itu kan banyak omong kosongnya. Coba baca artikel kompasianer Katedrarajawen. Semua omong kosong, kan?
"Kok bisa!" tanya Poltak dengan suara meninggi (makanya pakai tanda seru "!").
Berceritalah Berta dengan sabar.
Waktu ikut Kamis Putih di gereja, Tiur rupanya duduk di samping seorang ibu tua. Saat menunggu Misa dimulai, ibu itu tanya kenapa sendirian. Karena berada di dalam gereja, Tiur menjawab jujur, dong. Dia bilang keluarganya di Jakarta.
(Catatan: Saat Tri Hari Suci Paskah orang Katolik lazim hadir di gereja dua jam sebelum Misa dimulai karena takut ditinggal pergi oleh bangku. Makanya umat bisa ngobrol dulu atau main hape.)