Setelah dirisak Felix Tani sejumlah kompasianer ternyata menghilang dari jagad Kompasiana.
Datang dan pergi anggota sebuah organisasi, kata sosiolog Bernard Berelson, adalah hal lumrah. Hal itu tak akan mematikan sebuah organisasi.
Karena itu, dikatakan, durasi kelangsungan organisasi selalu jauh lebih lama dibanding usia keanggotaan setiap orang di dalamnya.
Demikianlah kompasianer datang dan pergi tapi organisasi blog Kompasiana tetap berlangsung. Kompasiana tak mati walau minoritas kompasianer hebat telah hengkang, meninggalkan mayoritas kompasianer planga-plongo macam Felix Tani.
Bukan kepergian para kompasianer itu yang bikin sedih. Karena itu, kata Chairil Anwar, "... tak perlu sedu-sedan itu ...." Alasan kepergian, itulah yang kusesali.
Ya, kusesali. Karena bagiku, kepergian sejumlah kompasianer hebat itu menjadi masalah psikis pribadi. Pasalnya mereka pergi dari kompasiana setelah dirisak, atau dibully, kompasianer Felix Tani alias Engkong Felix atau Fei Lie Tan. Itu aku!
Ada banyak kompasianer yang dirisak Felix Tani. Tapi tiga kompasianer besar berikut menjadi catatan suram karena mereka pergi dari Kompasiana setelah mendapat risakan dari Felix Tani lewat artikel.
Kalau mau tahu, inilah mereka.
Ozy V. Alandika, kompasianer Jambi, peraih Best in Specific Interest Kompasianival 2020, raja Artikel Utama bidang pendidikan.
Dia pergi dari Kompasiana setelah dirisak Felix Tani dengan predikat "jomlo lestari, idaman anak kecil dan ibu-ibu". Barangkali dia bingung: pacaran dengan anak-anak dibilang pedofil, pacaran dengan ibu-ibu dibilang Oedipus Complex.