Teri Medan!
Itu ikan asin kesukaan Poltak. Sejak kecil, dulu di Panatapan, Tanah Batak sana.
Ikan teri Medan terbilang mewah waktu itu. (Sekarang juga begitu.) Belinya juga hanya bisa sekali seminggu. Pada hari Sabtu, hari pasar di Tigaraja, Parapat. Sekitar 12 kilometer di utara Panatapan.
Rindu teri Medan.
Itu perasaan mendalam Poltak, kemarin. Rindu teri Medan. Rindu masakan teri goreng sambal petai. Itu lauk favoritnya, dulu waktu kecil.
Untuk membayar rindu, kemarin, pergilah Poltak ke pasar di belakang rumahnya (atau rumahnya yang di belakang pasar).
Tujuannya kios ikan asin. Tak sukar ditemukan. Cukup dengan mengandalkan indra pembau. Snif snif. Endus sana endus sini, macam Snowy. Nah, ketemu kios ikan asin.
"Mari, Pak. Silahkan. Ikannya segar-segar," sambut pedagang ikan asin, seorang perempuan lansia, dengan logat Minang.
"Bah! Segar-segar? Ikan asin segar? Di mana logikanya?" pikir Poltak.
Tapi dia diam saja. Pantang sesama lansia berdebat. Tingkat ilmunya sama, soalnya.