"Kenthir itu berarti kreatif, inovatif, dan berkarakter. Ciri manusia-manusia merdeka." --Felix Tani
Lupakan peribasa lawas, "guru kencing berdiri murid kencing berlari".
Bukan karena tak elok mengatai guru kencing. Bukan, guru juga perlu kencing. Tapi karena kini bukan masanya lagi "murid menggugu dan meniru guru".
Kenapa? Karena peribasa itu hanya menghasilkan insan yang berpikir reproduktif, merepetisi ajaran dan ujaran guru. Untuk tak menyebutnya membebek.
Filosofi "guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru", karena itu, harus ditinggalkan.
Kini saatnya era filosofi baru: guru sebagai sosok yang mendukung kemerdekaan holistik murid.
Ya, kemerdekaan holistik. Bukan semata merdeka dari keterbelakangan pengetahuan. Tapi terlebih lagi, merdeka dari sekolah yang opresif; yang memposisikan murid sebagai obyek; yang mencetak murid menjadi insan reproduktif.
Itulah filosofi dasar sekaligus esensi paradigma "merdeka belajar" yang diluncurkan Mas Nadiem, Mendikbudristek yang (menurutku) "kenthir" itu.
Saya yakin Bu Guru dan Pak Guru sudah paham filosofi itu. Sehingga diskusi bisa dilanjutkan zonder salah paham.
Rubah dan Landak
Kita mulai dari tipologi manusia menurut Isaiah Berlin: "rubah" dan "landak". [1]