"Guru Penggerak adalah kelompok strategis untuk transformasi pendidikan Indonesia."
Heboh. Rekan-rekan guru TK sampai SMA sedang terbelah.
Kok bisa, sih? Kan belum Pilpres 2024.
Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Itu pangkal soalnya. Program yang diluncurkan Kemendikbudristek sejak 2020 itu memicu pro-kontra di kalangan guru.
Guru kelompok kontra bilang: "Jangan ikut program pendidikan Guru Penggerak."
Alasannya, program itu tak guna. Guru Penggerak cuma sibuk main komputer dan pamer aplikasi ajar saja. Saat ikut pendidikan, sering pula bolos mengajar. Bikin repot guru lain.
Guru kelompok pro membalas: "Ikutlah program Guru Penggerak."
Alasannya, program itu sangat bermanfaat. Mendukung sukses implementasi paradigma "merdeka belajar". Guru jadi lebih inovatif, murid lebih kreatif dan mandiri, dan sekolah lebih maju.
Pertanyaan. Kok bisa sih program PGP menimbulkan polarisasi guru?
Bisa saja. Kalau sosialisasi program itu kurang intensif. Sehingga sebagian guru tak paham, atau bahkan salah paham, lalu bersikap resisten.