Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

[Poltak #101] Dendam Kesumat Penilik Sekolah

Diperbarui: 23 Desember 2022   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/Dok. Istimewa)

Penemuan kalimat pertama. Itu bagian tersulit dalam menulis puisi. Setelah itu kalimat berikut datang sendiri. 

Setidaknya begitulah pengalaman Poltak. 

Setelah bait pertama diseru di bukit Holbung, bait-bait selanjutnya menjadi lebih mudah bagi Poltak.

Pada hari kesepuluh dari tenggat empat belas hari, Poltak menyerahkan konsep puisinya kepada Guru Arsenius. Dia minta saran untuk perbaikan.

Sebisanya Guru Arsenius memberi saran terkait pilihan kata, struktur kalimat, dan susunan bait-bait puisi. Sebisanya. Karena Guru Arsenius hanya seorang guru. Bukan pujangga.

"Kau bisa, kan, Poltak," sanjung Berta setelah Poltak menyerahkan naskah puisinya kepada Guru Arsenius, tepat di hari keempatbelas.

"Berkat doamulah itu, pariban," balas Poltak sambil tersenyum. Tatapan mata teduh, tak lagi tajam  seperti hari-hari kemarin.

"Oi, lagak kalilah kalian namarpariban itu!" Jonder meledek.

"Jangan angek pula kau, Jonder. Tak baik itu." Guru Arsenius mengingatkan sambil tertawa kecil.

"Poltak! Apa isi puisimu itu. Kasih tahulah," tanya Alogo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline