Maroko mengkhianati strategi bertahan andalannya, maka Prancis menghukumnya dengan skor 2-0.
Dalam tulisan prediktif kemarin, saya membayangkan laga Prancis lawan Maroko akan monoton karena keduanya sama-sama menerapkan strategi bertahan -- catenaccio dan atau parkir bus.
Ternyata tak begitu. Hanya Maroko yang awalnya menerapkan strategi "parkir bus" dengan formasi 5-4-1. Ini strategi bertahan spartan.
Sementara Prancis menggunakan komposisi 4-2-3-1. Berimbang antara bertahan dan menyerang. Itu formasi yang membuat Prancis menaklukkan Inggris 2-0 di perempat final.
Tentang Maroko harus dikatakan sudah berkhianat pada diri sendiri sejak dari formasi lapangan. Berkhianat pada pola 4-3-3 yang sebelumnya konsisten diterapkan dan sukses mengantarnya ke semifinal Piala Dunia 2022 Qatar.
Lalu, tentang Prancis harus dikatakan penerapan pola 4-2-3-1 nenjadi sangat berbahaya karena adanya "Faktor Mbappe".
Faktor Mbappe inilah yang membuat Bounou, kiper Maroko, harus memungut bola dua kali dari gawangnya. Gol-gol yang mencoret clean sheet Bounou.
Gol pertama Prancis, sebuah gol cepat di menit 5, adalah buah tembakan Mbappe yang membentur pemain Maroko, lalu menghasilkan bola rebound yang disambar Hernandez dengan tendangan pantul ke tanah. Gol! Skor 1-0 untuk Prancis.
Gol cepat itu menyengat para pemain Maroko. Mereka kelyar dari "parkiran bys" menggempur Prancis habis-habisan. Demi sebuah gol penyeimbang, atau syukur-syukur dua gol kemenangan.
Dan sebuah pengkhianatan lagi sekaligus ironi terjadi. Maroko mengkhianati strategi bertahan tital 5-4-1 dengan cara menyerang dan mengurung Prancis terus-menerus. Demikian berlangsung sepanjang sisa babak pertama dan kedua. Tercatat Maroko menguasi bola 63 persen.