Sejak kecil Poltak (pseudonim) sudah tahu ada bus malam. Sewaktu kecil di Panatapan (pseudonim), Toba dia sering melihat armada dua perusahan bus penumpang melintas senja atau subuh hari di jalan raya trans-Sumatera.
Ada bus ALS, Antar Lintas Sumatera, perusahaan angkutan penumpang yang berdiri tahun 1966 di Kotanopan, Mandailing Natal, Kemudian hari kantor pusatnya pindah ke kota Medan.
Lalu ada bus ANS, Anas Nasional Sejahtera, perusahaan yang didirikan oleh Anas Sutan Jamaris tahun 1962 di Bukittinggi.
Dua perusahaan oto bus itu dulu merajai rute antar kota propinsi di Sumatera. Sekarang sudah ekspansi juga ke kota-kota besar di Pulau Jawa.
Dalam pikiran Poltak kecil tahun 1960-an perjalanan bus malam hari itu sesuatu yang menarik. "Enak juga," pikirnya, "dari Pekanbaru tidur nyenyak, bangun pagi sudah ada di Medan." Cukup dengan tidur malam, sudah sampai di tujuan. Hebat, kan?
Tapi naik bus malam pada masa itu jauh dari jangkauan kehidupan Poltak. Paling jauh dia naik bus ke Siantar, atau Tanahjawa, atau Kisaran. Itu rute perjalanan siang hari semua, kalau naik bis dari Pantapan.
Jadi, Poltak memendam keinginannya naik bus malam. Menjadi cita-cita yang terlupakan, tapi semayam di dasar kalbu. Lha, kok terkesan macam perkara cinta, ya.
***
Sampai suatu hari belasan tahun kemudian. Tepatnya tahun 1986. Bukan di Toba tapi di Pulau Jawa. Pada status Poltak sebagai BTL hanyut.
Waktu itu Poltak harus menghadiri wisuda Benget (pseudonim), adiknya di sebuah PTN besar di Yogyakarta. Cita-cita yang terlupakan ngambang dari dasar kalbu, maka Poltak memilih naik bus malam ke Yogya. Pilihan ini berjodoh pula dengan isi dompetnya yang enggak tebal juga enggak tipis. Gak tega bilang pas-pasan.