CFW, Panggung Ekpresi Kaum Marjinal
Citayam Fashion Week (CFW) itu adalah penamaan untuk suatu kegiatan "fesyen jalanan" (street fashion show) yang terpusat di selajur zebra cross di Kawasan Stasiun Dukuh Atas-Sudirman, Jakarta. Kegiatan yang sedang sohor ini aslinya diinisiasi dan dilakoni sekelompok remaja yang datang dari sekitar Sudirman (Jakarta), Citayam, Bojonggede, dan Depok.
Sesuai tempat asalnya itu, para pelakon CFW menyebut diri sebagai anak SCBD. Sejumlah nama tampil sebagai "pesohor"-nya. Sebut misalnya Roy, Jeje "Slebew", Bonge, dan Kurma.
Dengan memanfaatkan lajur zebra cross sebagai catwalk, anak-anak SCBD melenggak-lenggok dengan outfit yang eye catching, bak peragawan dan peragawati. Outfit yang mereka kenakan bukan busana high end karya disainer top. Tapi produk pabrikan yang dibeli secara terpisah-pisah -- sepatu, celana, atasan, dan topi produk lokal -- dari toko atau pasar yang berbeda-beda.
Boleh dikatakan gaya outfit anak-anak SCBD itu adalah "rakitan sendiri". Sifatnya individual dan genuine. Setiap orang tampil apa adanya tapi unik dan, karena itu, menjadi menarik. Tidak monoton, juga tak membosankan.
Anak-anak SCBD itu memiliki relatif kesamaan dalam ciri sosial. Mereka umumnya datang dari kawasan periferal, pemukiman desa-kota -- antara desa dan kota -- yang semakin tersudut oleh proses kotaisasi dan aglomerasi. Antara lain invasi "perumahan orang kota" dan "pusat perbelanjaan" ke pemukiman mereka.
Dengan kotaisasi dan aglomerasi itu, mereka tidak menjadi orang kota. Karena mereka bukan subjek, melainkan obyek, dalam proses itu.
Tapi mereka juga bukan orang desa lagi. Keluarga mereka telah kehilangan tanah pertanian sebagai basis budaya desa. Orangtuanya dan mereka sendiri cenderung mencari nafkah di luar-pertanian (off-farm). Terutamanya di ranah ekonomi informal yang tumbuh sebagai dampak kotaisasi.
Anak-anak SCBD itu adalah kelompok sosial marjinal yang limbung dalam jepitan "kota" dan "desa". Kota belum, tapi desa sudah.
Kemarjinalan itu lalu mereka panggungkan di zebra cross Dukuh Atas. Lakonnya adu gaya ooutfit yang mengambang di antara dua kutub mainstream. Kutub "sekularis modern" yang branded, kontemporer, mewah, dan mahal di satu ujung. Kutub "agamis tradisional" yang konvensional dan sahaja di ujung lain.