Siapa saja yang menempuh SD di Indonesia, mesti tahu peribahasa ini. "Awak tak pandai menari dikatakan lantai terjungkat."
Itu materi pelajaran Bahasa Indonesia.
Pengurus PSSI mestinya tahu juga peribahasa yang elok namun tajam itu. Kecuali pengurus yang tak lulus SD di Indonesia. Adakah?
Peribahasa itu dikenakan pada seseorang yang selalu menyalahkan orang lain, kondisi, aturan, atau apa saja di luar dirinya, bila mengalami kegagalan dalam peketjaan atau hidupnya.
Itu relevan sekali dikenakan pada kalangan sepak bola.
Pada skala mikro, satu tim sepakbola misalnya gemar menyalahkan kondisi lapangan yang tak rata atas kekalahannya. Atau menyalahkan kualitas rumput yang jelek. Atau wasit yang dituduh berat sebelah.
Bukannya evaluasi diri. Menemukan kelemahan sendiri, lalu memperbaikinya.
Hal serupa bisa dikatakan dengan PSSI yang diojok-ojok supporter untuk keluar dari AFF lalu pindah ke EAFF.
Pemicunya aturan main AFF pada helatan Pisla AFF U-19 2022 yang dinilai "tak adil". Penerarapan aturan "head to head" pada ajang itu telah mencegah Tim U-19 Indonesia masuk semi-final.
Hanya karena pada laga penentuan di fase grup Thailand dan Vietnam mencetak skor 1-1. Sementara Indonesia hanya mencatat skor 0-0 saat melawan dua tim itu. Artinya secara "head to head" Indonesia kalah. Maka gagal masuk semi-final, walau menjadi tim pencetak gol dan selisih gol terbanyak.