"Pak Guru ketinggalan! Stop, amang supir! Atterek!"
Poltak berteriak keras. Seisi bus langsung gaduh. Supir menghentikan laju bus, lalu aterek, mundur.
Guru Arsenius berlari-lari kecil mengejar bus yang sedang mundur. Di tangan kanannya dia menenteng baskom yang dibungkus kain serbet.
“Kurang ajar kalian! Masa Pak Guru ditinggal!”
Guru Arsenius marah-marah, sambil menaiki bus dan duduk di asese, di samping supir.
“Santabi, Gurunami. Kami tak sengaja. Terlalu gembira kami. Ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun … .”
“Ah, sudah, sudah! Jangan salah-gunakan doa, Poltak. Maju, supir!”
Guru Arsenius memotong perkataan Poltak. “…mengampuni yang bersalah kepada kami,” lanjut Poltak dalam hati. Kalimat itu adalah petikan dari doa “Bapa Kami”.
Perjalanan dari Hutabolon ke Parapat adalah pemanggungan lakon anak-anak ceria. Segala celoteh bersiliweran. Disatukan oleh gelak-tawa bersama. Segala hal dilontarkan. Kecuali soal mata pelajaran.
“Gurunami, stoplah sebentar!” Jonder berteriak menjelang jembatan Siserasera, Girsang.