"Poltak! Ayo, berangkat?" Binsar berteriak mengajak dari halaman depan rumahnya.
Hari itu, Sabtu, lepas tengah hari dan makan siang, Poltak serta Binsar dan Bistok akan pergi mencari kayu bakar ke hutan di sebelah timur kampung.
Kayu bakar itu akan mereka jual kepada toke soban, pedagang pengumpul kayu bakar dari Hutabolon. Uang hasil penjualannya sebagian untuk keluarga, sebagian lagi ditabung untuk biata darmawisata.
Selain Poltak, Binsar dan Bistok, ikut pula dalam rombongan tiga orang dewasa. Gomgom abang si Binsar, Hotman abang si Bistok, Maruhal si pengantin relatif baru, dan Rudol si pengintip pengantin baru.
"Sebentar! Aku masih mengasah parang!" balas Poltak. Dia sedang mengasah parang besar warisan kakeknya. Itu aset utama baginya untuk menebang pohon di hutan.
"Ayo, kita berangkat." Hotman memberi aba-aba berangkat. Dia bertindak sebagai ketua rombongan. Masuk hutan itu harus ada orang dewasa sebagai penanggungjawab.
Sebelumnya, Hotman sudah memberi tahu kepada sesama warga bahwa siang itu rombongan akan mencari kayu bakar ke hutan. Hal itu perlu karena batang kayu dari hutan akan dihanyutkan mengikuti bondar, saluran irigasi. Itu akan menyebabkan air pancuran keruh di sore hari.
Setelah menyusuri tanggul bondar ke hulu selama satu jam, akhirnya rombongan pencari kayu bakar itu tiba di hutan Sibatuloting. Mata air besar yang menjadi sumber utama air ke saluran irigasi ada di hutan itu.
"Ayo, cari pohon sendiri untuk ditebang. Jangan jauh-jauh, ya. Biar tak kesasar." Hotman memberi arahan.
Anggota rombongan segera berpencar. Tiap orang mencari pohonnya sendiri.