Jangan kamu pikir hanya perajin tahu-tempe yang bisa mogok produksi. Engkong Felix juga bisa mogok produksi humor di Kompasiana.
Mungkin ada kompasianer menyindir-nyinyir. Oh, cuma segitu. Engkong Felix ternyata cuma setaraf perajin tahu-tempe. Humor cuma senilai tahu-tempe. Lha, emang begitu. Apa salahnya, sih?
Humor itu ibarat tempe goreng atau tahu bulat digoreng dadakan yang enak euy. Harganya murah, tapi bahan bakunya mahal. Begitu harga kedele naik dari Rp 9,000 menjadi Rp 11,000 per kg, perajin tahu tempe langsung merugi. Karena kamu pasti marah-marah kalau harga tahu/tempe goreng naik dari Rp 1,000 menjadi Rp 1,500 per potong, bukan?
Begitu juga humor di Kompasiana. Begitu harga kedele naik, biaya produksi per judul humor juga melonjak. Soalnya tahu dan tempe goreng yang menyemangati Engkong menulis humor hilang dari jalanan. Sebagai gantinya, Engkong beli pisang goreng yang lebih mahal. Engkong makin tekor, dong.
Sebenarnya Engkong sih sudah terlatih tekor di Kompasiana. Mottonya: "Tekor, Yes! Sohor, No!" Gimana gak tekor kalau humor hanya diimbali K-Rewards Rp 5 per UV, sementara biaya produksi Rp 20 per UV. Gimana bisa tenar kalau pembaca artikel humor selalu di bawah 1,000 PV.
Mungkin ada yang bertanya bagaimana cara hitungnya kok bisa dapat biaya produksi humor Rp 20 per UV. Oh, itu rahasia perusahaan humor milik Engkong, dong. Tapi kalau kamu teramat penasaran, silahkan hubungi direktur produksinya, Felix MacKenthir, di nomor 0123-987654.
Soal tekor itu cemenlah. Lebih dari itu sudah Engkong tanggung di Kompasiana. Ketidak-adilan.
Coba dipikir. Apakah adil sebagian terbesar dari total K-Rewards yang tak seberapa itu jatuh ke tangan 25 kompasianer yang mampu membukukan puluhan bahkan ratusan ribu UV? Dan 5 kompasianer pemuncak K-Rewards mungkin mendapatkan mayoritas UV itu dari pembaca non-kompasianer yang dijaring dengan keluasan jejaring medsos miliknya?
Tapi Engkong tak mengeluh atas ketidak-adilan itu. Itulah konsekuensi logis pilihan bergabung ke dalam entitas Kompasiana yang dikendalikan oleh hukum-hukum ekonomi kapitalis. Kamu tak mungkin mengadukan soal ini ke DPR, tanpa risiko diusir dari ruang sidang.
Jangankan Engkong dan kamu, Admin K saja ikut menjadi korban ketidakadilan itu. Bayangkan, Admin menulis belasan artikel tiap bulan dan semua AU. Tapi toh tidak pernah kebagian K-Rewards. Pedih, bukan?