"Poltak! Nanti malam kita diajak Bang Rudol." Binsar berbisik pada Poltak. "Betul, Poltak," sambung Bistok.
Bang Rudol itu adalah abang sepupu dari Bistok. Umurnya sekitar 17 tahun. Setelah lulus SD, tak melanjutkan sekolah lagi. Langsung membantu orangtuanya bekerja di sawah.
"Diajak ke mana?" Poltak tak mengerti.
"Mengintip malam pertama," bisik Binsar, sambil mengarahkan ekor matanya ke arah pasangan pengantin yang sedang diadati di halaman rumah Amani Maruhal di Panatapan.
Maruhal, anak sulung Amani Maruhal, cucu sulung mendiang Ompu Maruhal doli, menikah secara adat Batak pada hari itu. Dia menikah dengan Tiominar, gadis pujaannya dari kampung Portibi, Hutabolon.
"Bah, jangan ikut pesong kau Binsar." Poltak mengingatkan Binsar agar jangan ikut-ikutan pesong, dungu-dungu gila.
"Eh, itu kan sudah kebiasaan, Poltak. Kita sudah kelas lima. Sudah boleh"jugalah ikut ngintip." Binsar berargumen.
"Ah, tak maulah aku. Kalian berdua saja." Poltak menolak.
"Macam mana pula kau ini. Di kampung kita jarang ada pengantin baru. Tahun depan belum tentu ada. Kapan lagi kita bisa ikut ngintip." Bistok menekan Poltak.
"Lagi pula, tahun depannya lagi, kau mungkin sudah masuk seminari di Siantar," sambung Binsar. "Sudah jadi calon pastor."