"Hata Batakmu marpasir-pasir." Seorang kawan, yang mengklaim diri Batak Toba totok, menegurku saat makan siang di lapo.
Dia menilai bahasa Batakku sangat buruk. Marpasir-pasir, mengandung pasir katanya. Ibarat beras yang tercampur pasir. Buruk.
Sebenarnya saya mau mengritik balik kawan itu. Tapi saya urungkan. Tak ingin adu argumen di depan saksang dan arsik. Mengkhianati kenikmatan itu.
Tadinya saya mau bilang, bahasa Batak kawan itu juga marpasir-pasir. Sebab tercampuri oleh bahasa Indonesia.
"Pasir" itu bukan kosa kata Batak. Dalam bahasa Batak Toba, pasir disebut rihit. Harusnya dia bilang marrihit-rihit.
O ale dongan, sebelum mengritik kawanmu, periksa diri sendiri dululah.
***
Sejatinya, sekarang ini susah menemukan orang Batak yang sehari-hari cakap Batak murni, tak berpasir-pasir.
Percakapan orang Batak di pasar, gereja, kantor, bahkan acara adat sudah tercampur oleh serapan bahasa Indonesia atau Melayu.
Ambil contoh kalimat ini, "Mate lampu gabe golap di jabu." Itu bahasa Batak harian. Tahu artinya, kan? "Mati lampu sehingga gelap di rumah".